Kepala Daerah dan Wakilnya: Dari Duet ke Duel

Kepala Daerah dan Wakilnya: Dari Duet ke Duel

ILUSTRASI Mimpi Bupati Sidoarjo Subandi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Posisi wakil benar-benar ban serep. Kalaupun mendapat tugas, itu juga dari kepala daerah serta dipertanggungjawabkan juga kepada kepala daerah. Celakanya, kalau kepala daerah sudah tak menghiraukan keberadaan wakil, kesan yang muncul wakil tak berfungsi. Lebih berfungsi kepala dinas yang jelas tugas dan wewenangnya.

Intinya, kepala daerah take all. Akan menjadi masalah kalau wakilnya juga punya power yang kuat. Seperti di kasus Sidoarjo, Wakil Bupati Mimik Idayana adalah ketua Partai Gerindra Sidoarjo. Punya anak buah yang kuat di DPRD. Gerindra juga pengusung utama pasangan itu. Jangan heran kalau dia berani berkonflik dengan bupati.

Pemerintah pusat juga begitu. Era SBY-JK, terjadi perang dingin. JK punya power karena Partai Golkar yang dipimpinnya sangat kuat di DPR. Saat itu Golkar lebih besar daripada Partai Demokrat di parlemen.

Di periode kedua, SBY memilih wakilnya yang tak punya akar di partai politik, Boediono. SBY pun menjadi sangat nyaman karena Demokrat memenangkan pemilu legislatif (2009). Menjadikan Demokrat penguasa parlemen.

Bagaimana jalan keluar untuk meminimkan pecah kongsi kepala daerah- wakilnya? Merevisi UU untuk memberikan ruang kewenangan yang jelas kepada wakil. Namun, sifatnya tetap tanggung jawab kepada kepala daerah. 

Tetapi, ada bahaya yang mengintip bila wakil mendapat wewenang besar. Bisa memunculkan matahari kembar. Karena itu, wakil harus tetap bertanggung jawab kepada kepala daerah. 

Atau, dengan cara: hanya kepala daerah yang dipilih saat pilkada. Tanpa pasangan wakil. Toh, dalam UUD 1945 (pasal 18 ayat 4) hanya menyebut: gubernur, bupati, wali kota dipilih secara demokratis. Tidak menyebut wakil kepala daerah. 

Bila terjadi halangan tetap terhadap kepala daerah, penggantinya langsung dipilih DPRD. Calonnya diajukan oleh koalisi parpol pengusung yang menang saat pilkada. 

Dengan format tanpa wakil, operasional kepala daerah cukup didampingi sekretaris daerah.

Banyak yang menganggap pecah kongsi kepala daerah sebagai dinamika politik. Cuma, yang menjadi persoalan, itu dapat menyandera urusan publik karena ego kedua elite tersebut. Misalnya, anggaran bisa molor bila wakilnya menguasai DPRD.

Dan, makin berbahaya lagi bila memunculkan konflik horizontal.

Tentu banyak yang berharap agar tak ada duel dari duet kepala daerah dan wakilnya. Namun, kenyataan sudah meletus di Sidoarjo dan Jember. Di daerah lain pun bisa muncul. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: