Utang untuk Infrastruktur Surabaya

Utang untuk Infrastruktur Surabaya

ILUSTRASI Utang untuk Infrastruktur Surabaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Pengutang Bunuh Penagih

SMI menyalurkan pembiayaan untuk proyek jalan, rumah sakit, pengelolaan sampah, sistem air bersih, energi terbarukan, dan sebagainya. SMI juga banyak membantu pemerintah daerah, termasuk dalam skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Pemda Sidoarjo adalah salah satu klien-nya. Di antaranya, dalam pembiayaan rumah sakit Sidoarjo Barat di Krian. 

LEBIH EFISIEN

Utang atau pembiayaan alternatif seperti yang dilakukan pemkot itu bisa baik dan sebaliknya. Itu tak ubahnya kebijakan utang pemerintah pusat, yang kini membengkak menjadi sangat tinggi. Sekitar Rp8 ribu triliun. Tidak termasuk utang BUMN yang diperkirakan tak jauh dari utang pemerintah.

Dalam skala mikro –perusahaan– utang itu adalah leverage. Menjadi pengungkit. Tentu saja, sepanjang hasil dari pembiayaan pembangunan dari utang tersebut lebih tinggi daripada biaya atas utang. Dalam skala makro, utang juga bisa menjadi leverage pembangunan. Mempercepat pembangunan yang berarti mempercepat penyelesaian masalah. 

BACA JUGA:Utang Segera Cair, Tagihan Jusuf ke Negara

BACA JUGA:Pelatih Senam Bunuh Suami Suka Utang

Dalam konteks pemkot ini, proyek-proyek strategis yang memerlukan pembiayaan besar itu cukup mendesak. Jika ditunda, trade off-nya terlalu besar. Opportunity cost-nya sangat tinggi. Penyelesaian flyover Dolog (Taman Pelangi), misalnya, dipastikan bakal signifikan menurunkan kemacetan di jalan masuk utama Surabaya, Jalan A. Yani. 

Begitu juga penyelesaian pelebaran Jalan Wiyung yang kini masih berhenti. Kemacetan saat ini luar biasa. Selain itu, penyelesaian lebih cepat juga akan mempercepat kenaikan nilai ekonomi. 

Baik karena meningkatnya transaksi akibat infrastruktur jalan menjadi lebih baik maupun karena kenaikan nilai ekonomi atas tanah dan bangunan di sekitar proyek. Dampaknya nanti juga pada BPHTB dan PBB. 

Meski demikian, pemkot juga perlu hati-hati dalam berutang. Lihat dulu debt-service coverage ratio (DSCR) alias kemampuan membayar utang. Saat ini DSCR pemkot ada di 2,5 yang artinya arus kas pemkot memiliki kemampuan membayar utang (pokok dan cicilan) 2,5 kali. Cukup bagus meski harus hati-hati. Sebab, APBD pemkot sudah tersedot untuk belanja operasional.

Berdasar rencana belanja Pemkot Surabaya 2025, porsi belanja operasional mencapai 76,3 persen. Sebesar 40 persen di antaranya adalah belanja pegawai. Belanja modal pemkot hanya memperoleh porsi 23,4 persen. 

Dengan fakta itu, artinya kapasitas fiskal pemkot memang tidak terlalu besar. Begitu pun kemampuan membayar utang. Sebab, belanja operasional –termasuk gaji pegawai– telah menyedot 76,3 persen APBD. Anggaran yang bisa digunakan untuk membayar cicilan utang adalah dari porsi belanja modal yang hanya 23,4 persen.

Dengan postur APBD seperti itu, sebenarnya utang pemkot –atau pembiayaan alternatif– ini hanyalah upaya mempercepat pembangunan. Menggeser dari pembiayaan multiyear menjadi pembiayaan satu tahun anggaran saja. Lalu, pembayaran pembangunan infrastruktur itu dianggarkan setiap tahun. Paling lama hingga masa jabatan wali kota habis. 

Dengan skema itu, utang Pemkot Surabaya masih terkendali. Jangka pendek dan cost of fund rendah. Jika dihitung, biaya –bunga utang– dan kenaikan nilai proyek akibat inflasi cukup berimbang. Apalagi, cost-benefit-nya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: