Angon Angin, Saat Jiwa dan Tubuh Menyatu di Panggung Parade Teater Jatim 2025

Angon Angin, Saat Jiwa dan Tubuh Menyatu di Panggung Parade Teater Jatim 2025

Pementasan Angon Angin dalam Parade Teater Jatim 2025 yang disajikan oleh komunitas Kotaseger Indonesia. Pementasan itu diadaptasi dari Kocak Kacik karya Arifin C Noer.-Taman Budaya Jawa Timur-

Simbol-simbol lokal dari kain tradisional hingga nyanyian rakyat, berpadu dengan unsur sufistik. Penonton dibawa hanyut. Seolah turut menapaki jalan panjang pencarian Darim terhadap dirinya sendiri.

Kebaruan itu pula yang membuat Komunitas Kotaseger Indonesia terpilih sebagai salah satu penyaji dalam Parade Teater Jatim tahun ini. 

Kurator sekaligus Presidium Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur Luhur Kayungga menyebut keberanian Kotaseger sebagai hal yang patut diapresiasi.

BACA JUGA:Meditasi dalam Teater, Metode Mengenal Diri Sendiri

BACA JUGA:Imam Al-Bukhari & Sukarno, Teater Tablo Merajut Diplomasi, Spiritualitas, dan Warisan Budaya

“Dari enam kelompok yang lolos kurasi, hanya Kotaseger yang berani menggunakan pendekatan lain,” ungkap Luhur. 


Gambaran pergulatan jiwa yang saling tarik-menarik dalam pementasan Angon Angin, 24 Oktober 2025.-Taman Budaya Jawa Timur-

“Mereka tidak hanya mengadaptasi bentuk. Tetapi juga nalar dan nilai-nilai yang ada di dalam naskah tersebut. Lalu mengolahnya secara adaptif dengan lokalitas mereka,” tambahnya.

Senada dengan itu, aktor sekaligus kurator Supriyadi turut memberikan pujian, “Saya sangat mengapresiasi kerja kreatif teman-teman Kotaseger. Mereka berani menghadirkan gagasan baru. Juga turut mengajak penonton memaknai pertunjukan mereka."

Parade Teater Jatim 2025  mengusung tema "Membaca Arifin C. Noer dalam Platform Teater Jawa Timur". Para kurator memberi ruang bagi kelompok teater untuk menafsirkan ulang karya-karya sastrawan dan sutradara legendaris itu. Dengan pendekatan khas daerah masing-masing.

BACA JUGA:Adisaroh: Pementasan Teater Tentang Kisah Cinta Dari Studio Daluang di Balai Budaya Surabaya

BACA JUGA:Pementasan Pelaminan Kosong di GNI Surabaya, Lewat Teater Suarakan Perempuan

Dalam konteks itu, Angon Angin menjadi contoh bagaimana sebuah karya bisa hidup kembali. Adaptasi yang bukan meniru. Tapi mampu menghadirkan refleksi baru.

Ali Khumaini dan Komunitas Kotaseger telah “mengangon” maknanya: menjaga, menafsir, dan mengembuskannya kembali lewat tubuh dan budaya lokal.

Pada akhirnya, Angon Angin meninggalkan kesan yang dalam. Pertunjukan itu dapat disebut sebagai doa yang menari di antara cahaya dan bayang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: