Tali Jagat NU

Tali Jagat NU

ILUSTRASI Tali Jagat NU-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

NU sebagai organisasi yang telah berumur lebih seabad, pasti selalu ada ketegangan antara dorongan perubahan dan dorongan bertahan terhadap nilai lama. Istilah Karl Polanyi, dinamika ”double movement” dalam perubahan sosial. NU kini sedang dalam ketegangan antara dua arus besar itu.

Di satu sisi ada arus modernisasi kelembagaan: profesionalisasi organisasi, digitalisasi, keterlibatan dalam ekonomi nasional, serta relasi intensif dengan negara. Di sisi lain, ada arus dorongan mempertahankan otoritas kiai, model kepemimpinan berbasis karisma, dan cara kerja organisasi yang paternalistik berbasis kultur pesantren.

Diskursus tentang keabsahan pemakzulan ketum oleh rais aam PBNU menggambarkan ketegangan itu. Satu pihak bersikukuh bahwa ketum PBNU hanya bisa dimakzulkan melalui muktamar. Di pihak lain, yakni rais aam sebagai personifikasi otoritas kiai, punya hak untuk itu.

Lantas, bagaimana akhir dari ketegangan antaraelite NU kali ini? Banyak yang berharap terhadap para kiai sepuh agar turun gunung. Dan, itu sudah terjadi. Para kiai sepuh telah bertemu di Ponpes Ploso, Kediri. Melahirkan risalah penyelesaian ala forum kiai sepuh NU.

Saya termasuk yang berharap agar turun gunungnya para kiai sepuh itu bisa mengakhiri konflik elite NU. Kalau dulu ada sebutan Kiai Langitan sebagai pemimpin arah, harapan kini ada di forum kiai sepuh. Para kiai sepuh NU mengajukan cara islah untuk menyelesaikannya.

Tentu ini jalan tengah. Islah sebelum mekanisme resolusi konflik secara organisatoris diambil: muktamar NU. Islah adalah bahasa Arab yang berarti perdamaian dan perbaikan. Islah bukan sekadar perdamaian, melainkan juga upaya menjaga harmoni dalam menyelesaikan sengketa alias konflik.

Pasti banyak warga nahdliyin yang berharap agar para pemimpin yang sedang bersitegang mau mengikuti cara resolusi konflik ala kiai sepuh tersebut. Apalagi, saya yang secara personal telah berkawan lama dengan Gus Yahya dan Gus Ipul. Sejak kami sama-sama mahasiswa.

Ayo, Gus, islah! Biar bisa ngopi bareng, makan bareng, dan pergi bareng. Itu lebih asyik. Koyok jaman sakmono! (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: