Ramai Desakan Status Bencana Nasional untuk Banjir Sumatra, Begini Syarat dan Prosedur Lengkapnya!

Ramai Desakan Status Bencana Nasional untuk Banjir Sumatra, Begini Syarat dan Prosedur Lengkapnya!

Foto udara permukiman warga terdampak banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.-ANTARA-

HARIAN DISWAY - Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat pada akhir November meninggalkan jejak duka.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin, 1 Desember 2025 pukul 17.00 WIB menunjukkan bencana hidrometeorologi tersebut menewaskan hampir 1.000 orang. 

Tim SAR gabungan berupaya menyisir area-area yang sulit dijangkau, namun upaya tersebut kerap terhambat oleh akses jalur darat yang sempat terputus dan membuat sejumlah wilayah terisolasi.

Kondisi tersebut kemudian menyebabkan proses evakuasi korban membutuhkan waktu yang lebih lama. 

Selain itu, sedikitnya 3.500 rumah mengalami kerusakan berat, 4.100 unit rusak sedang, dan lebih dari 20.500 rumah rusak ringan.

Tak hanya permukiman, ribuan fasilitas umum turut dilaporkan rusak berat. BNPB mencatat sebanyak 271 jembatan serta 282 fasilitas pendidikan ikut terdampak, sehingga melumpuhkan aktivitas warga. Nilai kerugian materil sementara ditaksir mencapai Rp68,67 triliun. 

BACA JUGA:TNI AD Kirim Kapal ADRI XCII-BM ke Sumatra, Muat 88 Ton Bantuan Logistik

BACA JUGA:Profil Toba Pulp Lestari, Perusahaan Kertas yang Dituding Pemicu Banjir Bandang Sumatra

Dengan kondisi korban yang terus bertambah, sebagian besar pihak mulai mendesak pemerintah untuk segera menetapkan status bencana nasional.

Mereka menilai eskalasi dampak dan cakupan kerusakan telah memenuhi kriteria yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

UU tersebut, tepatnya pada Pasal 1 Angka 19, menyebut bahwa status keadaan darurat bencana merupakan kewenangan pemerintah untuk menetapkannya dalam periode tertentu berdasarkan rekomendasi lembaga yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana.

Penjelasan lebih lanjut terdapat pada Pasal 7 ayat (1) huruf c, yang menegaskan pemerintah memiliki wewenang dalam menentukan status dan tingkatan bencana baik di tingkat nasional maupun daerah.

Namun, penetapan tingkat bencana nasional juga harus mempertimbangkan sejumlah indikator, antara lain jumlah korban, nilai kerugian, tingkat kerusakan sarana dan prasarana, luas wilayah terdampak, serta dampak sosial-ekonomi.

Ketentuan teknis terkait indikator tersebut kemudian diperjelas melalui Peraturan Presiden.

BACA JUGA:Pertamina Kerahkan Helikopter ke Aceh Tamiang, Lakukan Airdrop Logistik untuk Warga Terisolasi

BACA JUGA:UPDATE Banjir Sumatra: Akses Darat Dibuka Bertahap, Distribusi Bantuan Dipercepat ke Tamiang

Dalam mekanisme norma, penetapan status darurat bencana dilakukan berjenjang, presiden menetapkan untuk skala nasional, gubernur untuk level provinsi, dan bupati/wali kota untuk tingkat kabupaten/kota.

Jika status darurat ditetapkan, BNPB dan BPBD otomatis memperoleh “kemudahan akses” untuk mengerahkan personel, peralatan, logistik, melakukan proses imigrasi dan karantina darurat, hingga mempercepat pengadaan barang/jasa dan operasi penyelamatan.

BNPB sebelumnya telah menerbitkan Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana (2016) sebagai acuan.

Pedoman itu menyebutkan status bencana nasional dapat diterapkan bila pemerintah provinsi tidak lagi mampu menjalankan beberapa fungsi dasar penanganan darurat, antara lain seperti mobilisasi sumber daya manusia, aktivasi sistem komando darurat, serta pelaksanaan penyelamatan dan pemenuhan kebutuhan dasar korban.

Ketidakmampuan tersebut harus dinyatakan secara resmi oleh gubernur dari wilayah terdampak dan didukung oleh hasil pengkajian cepat yang dilakukan BNPB maupun kementerian/lembaga terkait.

Setelah itu, keputusan final berada di tangan presiden.

BACA JUGA:Ajaib! Sungai Ombilin Sumbar Mendadak Jernih, Warga Terpesona karena Mirip di Swiss

BACA JUGA:Satgas Gabungan Berhasil Buka Akses Medan-Aceh Tamiang

Prosedur Penetapan Bencana Nasional

Pedoman BNPB mengatur 5 langkah utama sebelum status darurat dinaikkan menjadi status bencana nasional.

  1. Gubernur mengirimkan surat kepada Presiden jika kebutuhan penanganan sudah melampaui kapasitas provinsi. Surat itu berisi pernyataan ketidakmampuan dan permohonan peningkatan status.

  2. Dalam waktu maksimal 1×24 jam sejak surat dikirim, BNPB bersama kementerian/lembaga terkait melakukan pengkajian cepat.

  3. Hasil kajian dibawa ke rapat koordinasi tingkat nasional untuk merumuskan rekomendasi.

  4. Jika rekomendasi menyatakan perlunya peningkatan status, Presiden dapat langsung menetapkan keadaan darurat bencana nasional. Setelahnya, BNPB bertugas mengoordinasikan langkah-langkah lanjutan.

  5. Jika status tidak perlu dinaikkan, BNPB menyampaikan informasi resmi kepada gubernur dan memastikan pemerintah pusat tetap melakukan pendampingan dalam penanganan darurat.

Mekanisme ini disiapkan untuk memastikan bahwa eskalasi status tidak hanya didorong oleh tekanan publik, namun juga berdasarkan kajian objektif mengenai kemampuan daerah dalam menangani krisis.

Hak Masyarakat dalam Situasi Bencana

UU Penanggulangan Bencana juga menegaskan warga terdampak memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi negara.

Masyarakat berhak memperoleh perlindungan sosial, rasa aman terutama bagi kelompok rentan serta informasi yang jelas dan akurat terkait kebijakan penanganan bencana.

Selain itu, warga dapat ikut berperan dalam perencanaan dan pemeliharaan program bantuan kesehatan, termasuk dukungan psikososial.

BACA JUGA:Kondisi Terkini Bencana di Sumatera: 442 Orang Meninggal dan Ratusan Hilang

BACA JUGA:Pertamina Salurkan Bantuan Darurat ke Wilayah Terdampak Banjir dan Longsor di Sumatera

Mereka juga memiliki ruang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai mekanisme yang berlaku.

Hak lain yang tak kalah penting adalah pemenuhan kebutuhan dasar selama masa darurat dan ganti rugi apabila mereka terdampak bencana yang terjadi akibat kegagalan konstruksi.

Di tengah situasi genting di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, implementasi hak-hak itu menjadi sangat krusial.

Ribuan warga kini bergantung pada kepastian layanan, transparansi informasi, dan kehadiran negara dalam memastikan proses penyelamatan, evakuasi, hingga pemulihan berjalan cepat dan terkoordinasi.

Dengan terus bertambahnya jumlah korban dan meluasnya kerusakan, keputusan pemerintah mengenai status bencana nasional kini menjadi langkah yang ditunggu banyak pihak, terutama keluarga korban yang berharap situasi dapat segera tertangani secara lebih terarah dan terukur. (*)

*) Mahasiswa magang Prodi Sastra Inggris dari Universitas Negeri Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: