Bank Indonesia Kantor Wilayah Jawa Timur mencatat, ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu kenaikan inflasi di tahun ini. Beberapa faktor tersebut harus segera diatasi karena jika dibiarkan maka inflasi Jatim hingga akhir tahun 2023 bakal lebih dari 3,5%. Hal tersebut seperti yang disampaikan Kepala Kanwil BI Jatim Doddy Zulverdi saat berlangsungnya High Level Meeting (HLM) dan Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID) Dalam Rangka Jelang Akhir Tahun 2023 di Hotel Vasa Surabaya, Jawa Timur, Jumat, 20 Oktober 2023. "Ini yang kemudian kami lihat bahwa kalau ini dibiarkan, ada risiko inflasi akhir tahun diatas yang diperkirakan sebesar 3,5 %, kalau semua faktor tersebut tidak ditangani," ungkapnya. (Julian Romadhon/Harian Disway)
Doddy mengatakan, beberapa faktor risiko yang mampu memacu kenaikan inflasi dan dihadapi diantaranya adalah kenaikan harga minyak dunia, El-Nino yang tidak bisa dikendalikan dan masalah struktural seperti produktifitas dan distribusi. "Memang secara musiman pola grafik inflasi selalu naik saat akhir tahun, tetapi kami melihat ini harus diwaspadai. Sehingga kami melihat, meski secara keseluruhan tahun depan inflasi Jatim diperkirakan masih tetap rendah sebesar 2,5%, sesuai target nasional tetapi risiko bisa melampaui nilai itu cukup besar. Inilah yang kemudian kami pandang perlu diwaspadai," tandasnya. (Julian Romadhon/Harian Disway)
Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak bahwa sebagai provinsi produsen utama komoditas pangan nasional, Jawa Timur dihadapkan pada dilema tingkat inflasi yang disebabkan oleh komoditas pangan. Pasalnya, menurut data BPS Jatim, tingkat inflasi bulanan Jawa Timur adalah sebesar 0,32% (m-to-m) dengan komoditas beras menyumbang inflasi sebesar 0,29%. (Julian Romadhon/Harian Disway)
Lebih jauh, Emil menjelaskan bahwa mekanisme ini penting untuk keberlangsungan petani dan peternak. Mengingat, kontribusi Jawa Timur terhadap beberapa pangan nasional sangat prominent. Antara lain padi 17,40%, jagung 31,26%, bawang merah 24,00%, gula 49,58%, telur ayam 23,56%, daging ayam 15,58%, dan daging sapi 22,25%. "Tapi ini ada simalakamanya. Kalau harga naik karena memang sarana produksinya naik, lantas untuk stabilisasi harga langsung kita guyur pakai operasi pasar, yang kasihan petani dan peternak," katanya. (Julian Romadhon/Harian Disway)
Hal ini, sebut Emil, bukan karena pemerintah tidak peduli konsumen. Melainkan upaya menjaga keseimbangan. Untuk itu, saat ini TPID Jawa Timur melakukan enam upaya konkret pengendalian inflasi yang sesuai arahan Menteri Dalam Negeri. Yaitu dengan melaksanakan operasi pasar murah, sidak ke pasar dan distributor agar tidak menahan barang, gerakan menanam, kerjasama intra provinsi, merealisasikan belanja tidak terduga (BTT) guna menjaga inflasi, serta dukungan transportasi dari APBD. (Julian Romadhon/Harian Disway)
Tak hanya itu, pada HLM ini ini juga dilaksanakan dua agenda penandatanganan kerjasama guna memperkuat ekosistem pengendalian inflasi pangan di Jawa Timur. Yakni penandatanganan kerjasama intra daerah Jawa Timur antara BUMN, BUMD provinsi, BUMD kabupaten/kota, dan pengelola pasar. Serta penandatanganan Komitmen Program Penguatan Korporasi Petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan off-farm mindet sekaligus mengendalikan inflasi. (Julian Romadhon/Harian Disway)