SURABAYA, DISWAY - Kaca-kaca jendela hotel di Jatim menyala terang beberapa hari terakhir. Terutama di kota yang menjadi destinasi wisata. Okupansinya naik sejak H-1 Lebaran atau pada puncak arus mudik. Capaian itu bertahan hingga kemarin.
“Puncak okupansi hotel sampai 80 persen,” ujar Dwi Cahyono Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim kemarin (5/5). Ini menjadi titik balik kebangkitan hotel di Jatim. Maklum selama dua tahun pandemi, sektor perhotelan benar-benar ambruk. Di awal 2021, lebih dari 100 hotel di Jatim mengajukan penutupan usaha. Mereka tak mampu membayar gaji karyawan. Yang bertahan bukan berarti baik-baik saja. Di tahun pertama pandemi, okupansi hotel turun di bawah 10 persen. Keuangan sampai minus. Beberapa hotel terpaksa mengajukan diri sebagai tempat isolasi Covid-19 agar bisa bertahan. Dwi melihat kebangkitan itu muncul pada momentum Lebaran kali ini. Sebanyak 85 juta warga kembali ke kampung halaman. Tempat-tempat wisata di Jatim mulai penuh pengunjung. Libur Lebaran cukup panjang: sampai 8 Mei lusa. Rekor Lebaran kali ini memecahkan rekor sebelumnya. Yakni saat libur Natal dan Tahun Baru 2021. Kala itu, okupansi hotel meningkat, tapi cuma 30,89 persen. Begitu masuk Januari, tingkat hunian turun lagi hingga 27 persen. Meski begitu PHRI tetap mensyukuri capaian tersebut. Sebab angkanya tak jauh berbeda dengan okupansi pada bulan-bulan biasa sebelum pandemi. Yakni, 30-35 persen. Okupansi sempat mencapai 50 persen pada hingga Maret. Saat itu jumlah kasus Covid-19 menurun drastis. Banyak kegiatan yang tertunda selama pandemi digelar serentak. Mulai agenda partai, perusahaan, hingga pemerintah. “Masuk Ramadan sepi lagi,” katanya. Okupansi bergerak di bawah 30 persen. Puncak okupansi meningkat drastis pada H-1 Lebaran. Keluarga pemudik yang pulang kampung memilih menginap di hotel. Sekalian staycation bersama keluarga. Dwi memprediksi okupansi bakal menurun perlahan mulai hari ini (6/5) atau di puncak arus balik. Banyak yang harus kembali ke tempat asal karena masa liburan berakhir 8 April. Staf Ahli Menteri Kesehatan dr Andani Eka Putra mengatakan, titik balik pandemi sudah terjadi. Penambahan pasien Covid-19 beberapa hari belakangan hanya di kisaran 100 pasien. Banyak kabupaten dan kota yang penambahan kasus hariannya nol. Endemi di depan mata. Tapi, menurut saya kita sudah memasuki endemi. Statusnya tidak dipengaruhi Lebaran, tapi ada atau tidaknya varian baru yang berbahaya,” ujar Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas tersebut. Pemerintah memang masih belum berani menentukan status endemi. Karena itulah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum dicabut sampai sekarang. Andani melihat situasi bakal lebih terkendali beberapa bulan ke depan. Tingkat imunitas masyarakat sudah 98,72 persen. Banyak yang mendapatkan kekebalan alami setelah tertular atau mendapat imunitas berkat vaksin. Sampai sekarang Andani masih belum melihat adanya ancaman dari virus baru. “Selama tidak ada varian baru. Kita bisa hidup normal lagi,” lanjutnya. Kesibukan di lobi Hotel Novotel Samator, Surabaya, Kamis (5/5).Foto: Faisal Pamungkas-Harian Disway Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo mengatakan, skema menuju endemi bakal dibahas setelah evaluasi mudik Lebaran 2022. Ia mengklarifikasi kabar yang menyebutkan pemerintah sudah memulai transisi menuju endemi. “Pemerintah masih menunggu evaluasi beberapa minggu pasca mudik Lebaran. Kita berharap tidak akan terjadi lonjakan lagi seperti di negara lain," kata Abraham dalam siaran pers KSP kemarin. Sejak 24 Maret hingga 4 Mei 2022, kasus COVID-19 mulai terkendali. Itu bisa dilihat pada data reproduction rate (Rt) yang konsisten di bawah 1 persen. Artinya di setiap 100 pemeriksaan sampel PCR, jumlah konfirmasi positifnya cuma 1 orang atau nol. Abraham menegaskan pemerintah tidak terburu-buru mengubah status pandemi menjadi endemi, meski beberapa indikator menunjukkan perbaikan. Perlu persiapan di masa transisi. Kendati begitu, pemerintah tetap memberikan kelonggaran pada PPKM. Untuk kali pertama di masa pandemi masyarakat bebas mudik. Semua kegiatan dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Indonesia juga tidak mau latah meniru negara lain yang sudah memperbolehkan melepas masker di luar ruangan. Dikhawatirkan terjadi outbreak atau peningkatan susulan pada varian baru yang bisa muncul dari dalam atau luar negeri. (Salman Muhiddin)