Pakaian Terdakwa yang Bisa Ringankan Hukuman

Rabu 18-05-2022,04:00 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Yusuf Ridho

Semua terdakwa berharap vonis ringan. Berbagai cara dilakukan, termasuk tampil santun di sidang. Pantas, Jaksa Agung S.T. Burhanuddin pernah ngamuk ke jaksa karena terdakwa berpeci, baju koko, atau wanita berhijab.  

BURHANUDDIN di YouTube, beredar Kamis, 12 Mei 2022, bilang begini:

”Makanya, saya melarang teman-teman jaksa di daerah. Dulu, kalau sidang, terdakwa itu pakaianya, dikasih baju koko, pakai peci. Saya marah. Saya tegur jaksanya: Mas. Kok begini? Saya bilang: Ganti pakaian.”

Sebab, penampilan (peci, koko, jilbab) itu bertujuan agar divonis hukuman ringan. Sebisanya vonis bebas. Dengan trik, berpakaian agamais. Walau kenyataannya, terdakwa penjahat.

Burhanuddin: ”Untuk terdakwa wanita mendadak berhijab. Padahal, sehari-hari dia tidak begitu. Makanya, saya ngamuk ke jaksa. Sebab, itu justru merusak citra wanita berhijab.”

Pernyataan Burhanuddin itu menghebohkan medsos. Warganet ramai. Apalagi, itu menyerempet agama. Super-sensi.

Pihak Kejaksaan Agung langsung meluruskan. Kepala Puspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada pers, Selasa (17/5), mengatakan:

”Begini, jadi Pak Jaksa Agung itu melihat ketika terdakwa dihadapkan di sidang, seolah-olah mereka itu orang yang paling alim. Jaksa penuntut umum itu kan tugasnya menghadirkan terdakwa ke sidang. Jangan sampai kesan mendiskreditkan agama tertentu, suku, ras, agama, tertentu termasuk budaya.  Kita hindari, gitu loh.”

Karena Ketut orang Bali, ia memberikan contoh kasus persidangan di Bali. Dengan agama dan budaya yang luhur. Agama dan budaya yang dihormati semua orang Bali.

Ketut: ”Misalnya di Bali. Ketika terdakwa dihadirkan di persidangan, ia pakai pakaian adat. Seolah-olah ia baru selesai sembahyang. Ini kan tidak benar. Karena pada kenyataannya mereka di luar persidangan tidak pernah memakai atribut seperti itu. Seperti baju koko, jilbab, jangan sampai disalahgunakan.”

Artinya, penjahat mencari celah emosional. Simbol-simbol agama. Supaya hakim iba. Lantas, menjatuhkan vonis hukuman ringan.

Ini masalah universal. Bukan hanya pada pria berpeci, baju koko, atau pakaian adat agama Hindu Bali. Melainkan, semua penjahat di dunia berjuang seperti itu.

Dikutip dari The Los Angeles Times, 4 April 1993, diungkap, petinju dunia Mike Tyson pada 1992 diadili di Amerika Serikat (AS) karena memerkosa Miss Black America Desiree Washington. Tyson, atas arahan pengacaranya, Harry Munsinger, menggunakan trik pakaian.

Tapi, soal ini ada dua perbedaan Indonesia dengan AS. Sistem hukum Indonesia, penentu salah-tidak salah terdakwa adalah rangkaian sidang, yang akhirnya ditentukan hakim. Di AS (asas Anglo Saxon) penentu salah-tidaknya terdakwa hasil kesimpulan anggota dewan juri. Hakim tinggal menentukan hukuman berdasar undang-undang.

Beda satu lagi: Di Indonesia agama sangat penting. Di AS, tidak penting.

Jadi, Tyson tidak berpeci, berbaju koko. Tidak. Melainkan, diatur oleh pengacaranya, Munsinger, yang menata agar Tyson berpenampilan begini:

”Pakai kemeja longgar, warna pastel. Wajah tak perlu menunduk, tapi pandangan mata harus selalu ke bawah. Memandanglah ke arah dewan juri dengan wajah memelas.”

Alhasil, tubuh Tyson tidak kelihatan kekar. Dengan baju longgar, agak kedodoran. Pandangan matanya selalu ke bawah. Sekali waktu lihat dewan juri, tapi dengan pandangan memelas.

Tyson digambarkan kelihatan culun. Innocent.

Munsinger pengacara top di AS zaman itu. Bayarannya mahal. Ia sangat paham, bukti hukum menentukan hasil akhir sidang.

Tapi, kesan yang ditangkap juri dari penampilan terdakwa, menurutnya, berpengaruh lebih besar daripada bukti hukum. Sebab, di materi perkara, dipastikan Tyson memerkosa Washington (waktu itu usia 18 tahun) secara brutal. Di AS waktu itu, Tyson bisa dihukum mati. Di kursi listrik.

Dengan penampilan yang diatur sedemikian rupa, dari sidang ke sidang berikut, Tyson mempertahankan penampilan culun.

Pada 10 Februari 1992 dewan juri memutuskan: Mike Tyson bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap Desire Washington. Hakim menjatuhkan hukum enam tahun penjara.

Tyson menjalani hukuman tiga tahun penjara di Penjara Indiana, AS.

Soal pakaian Tyson ternyata bukan ide pengacaranya. Melainkan, ada konsultan penampilan, psikolog khusus penampilan, Wendy Pluta. Profesional di bawah naungan perusahaan bernama Jury Behavior Research Inc. Yang berpusat di Los Angeles.

Pluta menarik bayaran ke pengacara Harry Munsinger (waktu itu) USD 115 per jam. Jadi, Munsinger menarik bayaran dari Tyson, Munsinger ditarik bayaran oleh Wendy Pluta.

Pluta, kepada wartawan The Spokesman Review, mengatakan begini:

”Buat si terdawa pemerkosa (Tyson) jadi terlihat konservatif di persidangan. Ia kelihatan berkarakter pemalu. Tentu, bukan hanya oleh pakaian, tapi juga gaya berjalan, bicara, gestur tubuh.”

Begitulah Amerika Serikat. Dengan gayanya. Indonesia punya gaya sendiri. Yang kini dikoreksi Jaksa Agung Burhanuddin: ”Terdakwa harus pakai rompi terdakwa.” (*)

Kategori :