Anak-anak zaman now sudah kian akrab dengan gadget. Padahal, sesekali asyik juga jika mereka lali (lupa) dengan gawai. Dan saat mereka sedang lali gadget, anak-anak itu bisa diajak kembali menekuni permainan-permainan lawas.
MINGGU pagi, 29 Mei 2022, kemarin tidak seperti biasanya. Suara anak-anak memecah keheningan Dusun Bendet, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Mereka berlarian kesan kemari di sekitar Kampung Lali Gadget (KLG). Menggunakan baju olahraga sekolah mereka masing-masing.
Sejak pukul 08.00 mereka sudah berada di tempat tersebut.
Suara lain juga bermunculan. Sumbernya adalah pengeras suara yang terpasang di gubuk kecil seluas sekitar 3 x 2,5 meter persegi.
Namun, aktivitas warga tak terganggu. Beberapa orang masih terlihat asyik dengan aktivitas kesehariannya. Mereka menjemur gabah di sepi jalan. Di kejauhan ada beberapa orang yang memikul hasil panen.
Di desa itulah anak-anak tersebut belajar. Bukan untuk menjadi petani, tetapi mengikuti Elingpiade. Semacam Olimpiade. Tetapi cabang olahraganya adalah permainan tradisional. Dimainkan lagi agar mereka tetap eling (ingat).
Elingpiade diselenggarakan oleh KLG. Mereka berkolaborasi dengan beberapa mahasiswa dari Universitas Trunojoyo, Madura.
Ada tujuh permainan tradisional yang dilombakan. Salah satunya adalah wenga. Permainan itu berasal dari Papua. Dimainkan secara beregu. Beranggotakan lima orang. Di daerah asalnya, permainan itu sebenarnya menggunakan karang.
Anggun Vitasari (tengah) dari SD Candinegoro Sidoarjo memainkan wenga.-Boy Slamet-Harian Disway-
Tetapi, permainan wenga itu dimodifikasi menggunakan alat yang ada di sekitar kampung tersebut. KLG menggunakan potongan bambu. Bentuknya lingkaran dengan lubang kecil di tengah. Seperti donat.
Para peserta lomba meletakkan potongan bambu itu di atas kepala mereka. Di seberang mereka terdapat potongan bambu yang berukuran sama yang ditumpuk. Anak-anak itu harus melompat menggunakan satu kaki mendatangi tumpukan bambu di hadapan mereka. Jaraknya sekitar 3 meter. Sambil tetap membawa potongan bambu di kepala.
Bambu itu lalu dijatuhkan di tumpukan. Sampai tumpukan tadi luluh lantak. Menjatuhkannya juga tidak boleh menggunakan tangan. “Ketelitian mereka dilatih dalam permainan tersebut,” kata Ketua Panitia Elingpiade, M. Alifian Nur Riski.
Permainan lain adalah klompen panjang. Permainan itu sangat umum dimainkan. Setiap daerah pasti ada. Walau dengan nama berbeda-beda. Misalnya, ada yang menyebut bakiak panjang. Permainan itu melatih kekompakan tim yang beranggota tiga orang.
Tentu, kelucuan demi kelucuan kerap terjadi. Terutama saat ada yang terjatuh karena tidak kompak menggerakkan kaki.
BACA JUGA: Kenalkan Permainan Tradisional di Era yang Terkepung Gadget
Semua lomba itu dilaksanakan di halaman yang tidak begitu luas. Hanya berukuran 10 x 12 meter persegi. Beberapa kukusan bambu dijajarkan sebagai pembatas antarpeserta lomba. Seperti garis lintasan.
Senyum kebahagiaan terlukis jelas dari wajah bocah-bocah mungil itu. Itulah tujuan lomba itu. Bukan mencari siapa yang menang dan paling hebat. Tapi hanya ingin mereka bahagia. Bisa bersosialisasi dengan teman seumurannya. Serta mengenalkan dolanan tradisional itu kepada mereka. Sehingga bisa melupakan handphone mereka masing-masing.