Mengantisipasi gagal bayar, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) sepakat berbagi beban (burden sharing). Disebut BLBI.
Pada 1998 BI menggelontorkan dana Rp 147,7 triliun (nilai saat itu) kepada 48 bank yang hampir kolaps. Itu sebagai utang. Yang harus dibayar, kelak.
Kasus itu mengendap sangat lama. Hanya sebagian sangat kecil dari utang yang dikembalikan. Sebagian terbesar belum dibayar. Orang-orang yang berutang ada. Tapi, tidak ditagih.
Pada 2000, dalam keterangan resmi Kementerian Keuangan, BLBI merugikan negara Rp 138,442 triliun dari Rp 144,536 triliun BLBI yang disalurkan berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2000.
"Bantuan kredit itu diberikan kepada 48 bank. Bantuan kredit yang awalnya bersifat likuiditas menjadi solvabilitas. Karena pada ujungnya pemerintah yang menanggung kerugian dengan mengambil tanggung jawab para kreditur ke BI." Demikian bunyi keterangan resmi Kementerian Keuangan.
Selain itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,561 triliun yang dilakukan 28 bank penerima BLBI.
Penyimpangan diusut. Menyeret beberapa pejabat Bank Indonesia. Vonis perdana bagi para terdakwa skandal BLBI itu terjadi 2003. Dijatuhkan kepada para pejabat BI yang bersekongkol dengan para pemilik bank.
Waktu itu sederet nama pejabat BI, mulai Hendro Budiyanto, Heru Supratomo, hingga Paul Sutopo Tjokronegro, dijebloskan penjara. Selain itu, sejumlah taipan dan pejabat bank mendapatkan vonis pengadilan.
Pada 29 Desember 2003 KPK berdiri. Di antaranya, dimaksudkan untuk mengusut obligor dan debitur BLBI yang belum bayar.
Namun, KPK juga kesulitan untuk mengusutnya. Mungkin karena kekurangan data. Kasus itu menggantung dan dijadikan bahan baku serangan politik oleh para politikus untuk mengkritik pemerintah, dari presiden ke presiden berikutnya.
Kritik terhadap pemerintah soal kasus BLBI memang bertujuan baik. Agar uang negara yang didapat dari pajak rakyat bisa dikembalikan. Tapi, pihak yang dikritik juga yang melontarkan kritik, sama-sama tahu, bahwa kasus ini rumit, karena sudah mengendap puluhan tahun.
Kasus itu semestinya diusut sejak zaman Orde Baru. Atau setidaknya, di era Presiden B.J. Habibie. Tapi, seolah terlupakan. Setelah mengendap lama, makin sulit diusut.
April 2021 KPK menghentikan pengusutan kasus BLBI. Dituangkan dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Maka, segera Jokowi membentuk Satgas BLBI yang dituangkan di keppres di atas. Masak, utang Rp 111 triliun dibiarkan tak terbayar? Padahal, para pengutangnya masih ada.
Mahfud: ”Satgas BLBI akan mengejar utang BLBI sampai ke mana pun, sampai ke luar negeri. Satgas BLBI telah mengantongi semua nama obligor dan debitur BLBI.”
"Tidak ada yang bisa bersembunyi karena di sini daftarnya ada dan Anda semua punya daftar para obligor dan debitur. Jadi, kami tahu, Anda pun tahu, sehingga tidak usah saling buka. Mari kooperatif saja," ujarnya.