PEMBELAJARAN Tatap Muka (PTM) digelar serentak kemarin. Guru SD, SMP, SMA/SMK di berbagai daerah di Jatim sudah bisa mengajar di ruang kelas lagi. Namun, masih ada wali murid yang belum mengizinkan anaknya ke sekolah.
Keputusan terakhir memang ada di tangan wali murid. Sekolah harus menyediakan dua model pembelajaran. Jika ada yang menghendaki pembelajaran daring, maka guru harus mengajar dua kali.
”Dari 500 siswaku, yang nggak mau ke sekolah hanya tiga orang,” kata Plt Kepala SDN Pucang II Sidoarjo Alfiyah saat ditemui di ruang kerjanyi kemarin (30/8). Selain di Pucang, dia juga menjabat Kepala SDN Sekardangan.
Meskipun cuma tiga orang, sekolah harus fair. Guru mata pelajaran yang menangani siswa tersebut harus meluangkan waktu lebih lama. Setelah ditelusuri ternyata siswa tersebut berada di Jakarta dan Manado.
Orang tua bersangkutan sudah berkomunikasi dengan sekolah. Mereka siap memulangkan anaknya ke Sidoarjo untuk bergabung dengan murid lainnya di sekolah. “Terus terang pembelajaran jarak jauh itu nggak nyantol di murid-murid. Yang kelas lima itu kemampuannya seperti masih kelas tiga,” kata Alumnus IKIP Surabaya (sekarang Unesa).
Hari pertama masuk sekolah diwarnai dengan kemacetan. Ada lima sekolah di pertigaan Pucang Sidoarjo. Yakni SDN Pucang I, II, III, IV dan MI Muslimat NU Pucang. Beberapa wali murid mengantar anaknya sampai ke bangku. ”Ada yang belum percaya dengan sekolah. Mereka menyemprot bangku anaknya pakai disinfektan,” ujarnyi.
Situasi di Surabaya berbeda. Wali Kota Eri Cahyadi belum membuka PTM untuk SD-SMP. Pemkot tidak mau terburu-buru mengambil sikap. Semuanya harus berdasarkan saran ahli kesehatan.
Pemkot akan melakukan asesmen ulang ke semua sekolah. Asesmen pernah dilakukan akhir tahun lalu, namun PTM gagal digelar karena penularan merangkak naik. Eri ingin memastikan sarpras yang terpasang di sekolah masih berfungsi. "Jangan sampai air cuci tangan yang ketika asesmen pertama keluar. Lalu sekarang tidak keluar," ujar mantan kepala Bappeko Surabaya itu.
Selain itu, pemkot juga akan membuka sekolah secara bertahap. Yakni 25 persen dari total murid yang diizinkan orang tua. Bila pada tahap itu sukses, maka akan dibuka ke tahap 50 persen.
Eri menjelaskan, yang paling penting dari PTM adalah izin wali murid. Bila orang tua tidak mengizinkan maka pembelajaran akan berlangsung secara hybrid. "Jadi kalau nggak diizinkan silakan daring dari rumah," katanya.
PTM akan digelar ketika semua guru dan karyawan sekolah sudah divaksin. Sementara vaksinasi siswa belum dijadikan patokan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa kemarin melihat suasana PTM di SMKN 7. Dia menegaskan bahwa 2.536 SMA, SMK dan SLB di Jatim juga harus menyediakan pembelajaran dua metode: Daring dan PTM. ”Karena kuotanya masih 50 persen. Yang di rumah harus tetap belajar,” kata mantan Mensos itu.
Namun, ternyata pelaksanaan PTM secara hybrid tersebut juga dirasa berat oleh guru. Catur Yulianto, guru SMKN 7 Surabaya, menilai tidak semua siswa paham dengan aplikasi pembelajaran daring. ”Seperti tadi, ada beberapa yang nggak bisa pakai zoom. Terus jadinya tanya pelajaran via chat WhatsApp saja. Karena mungkin HP-nya jadul,” jelas Catur.
Ia mengajar mata pelajaran instalasi listrik kulkas di kelas 12 jurusan Teknik Pendingin dan Tata Udara. Satu kelas hanya diisi oleh delapan siswa. Sementara siswa lainnya menyimak dari rumah melalui zoom.
Aplikasi itu, kata Catur, menyerap banyak kuota internet. Jadi terpaksa harus merogoh kocek lebih banyak juga. Padahal, jatah bantuan kuota internet dari pemerintah masih belum jelas. Bahkan, sempat diputuskan untuk diberhentikan beberapa waktu lalu. ”Nah, itu juga. Ininya yang nggak sanggup. Kasihan anak-anak juga,” katanya sambil menepuk saku di celananya.