APAKAH status PPKM berkaitan dengan warna zona kedaruratan daerah? Misalnya, PPKM level 4 sama dengan zona merah. PPKM level 3 setara zona oranye dan seterusnya.
Dua ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, M. Atoillah Isfandi dan Windhu Purnomo, menegaskan bahwa dua patokan itu sangat berbeda. Pemerintah harus memilih salah satunya. ”Secara epidemiologi, untuk menentukan status pandemi suatu daerah tidak lagi menggunakan warna zona, tetapi dengan level,” ujar Atoillah kemarin (2/9).
Makanya, perubahan status warna tersebut tidak selalu diikuti dengan perubahan level PPKM. Misalnya, Surabaya yang sudah masuk zona kuning tetapi PPKM masih level III. Atau Ponorogo yang masuk PPKM level 4 tapi sudah turun ke zona oranye.
Windhu mengusulkan, pemerintah menghapus peta zona kedaruratan dari website resmi pemda masing-masing. Termasuk di akun medsos pemerintah yang rutin mengunggah peta berbasis warna itu. ”Hapus saja. Biar tidak membingungkan publik,” tegas alumnus Unair 1974 itu.
Windhu menerangkan, zonasi warna hanya berlaku untuk tingkat mikro: kecamatan, kelurahan, RW, dan RT. Sementara itu, provinsi dan kabupaten/kota harus pakai asesmen situasi Kemenkes yang jadi penentu level PPKM.
Satgas Covid-19 Jawa Timur bersikeras untuk tetap memakai dua indikator dalam menentukan zona risiko di setiap daerah. Alasannya, data yang diperoleh lebih lengkap. ”Jadi, keduanya kami pakai sebagai referensi. Karena semuanya adalah alat navigasi yang telah dibuat pemerintah pusat,” jelas Jubir Satgas Covid-19 Jatim Makhyan Jibril.
Indikator zona berwarna sesuai instruksi dari satgas covid-19 pusat. Menurutnya, sejauh ini dua indikator tersebut selalu dipakai untuk penilaian. Meski, penghitungan dari keduanya berbeda. Namun, sama-sama dibuat ahli epidemiologi. Yakni, dengan pembobotan yang berbeda.
Keduanya mengacu pada laju kasus dan kapasitas respons. Namun, lingkupnya saja yang berbeda. Indikator zona berwarna dihitung berdasar jumlah kasus pada lingkup rukun tetangga. Misalnya, zona merah ditetapkan berdasar setidaknya terdapat 5 rumah yang terkonfirmasi positif. ”Kalau zona berwarna itu dipakai untuk penentuan intervensi sampai level mikro, seperti yang sudah dilakukan di waktu sebelum-sebelumnya,” ujar Jibril.
Sedangkan indikator pelevelan dihitung berdasar skoring dan pembobotan per kabupaten/kota. Penilaiannya lebih kompleks. Yakni, mengacu pada penilaian epidemiologi, pelayanan kesehatan, sampai surveilans kesehatan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Diskominfo Jatim Sarpiwanto menyatakan, pemakaian zona berwarna sesuai dari instruksi Satgas Covid-19 Jatim. Pihaknya tidak bisa menghapus salah satu indikator. Pihaknya hanya berwenang untuk mengunggah apa yang sudah ditetapkan saja. ”Jadi, zonasi itu kan tingkat risiko sebagai acuan untuk mengurangi penularan. Yang berwenang menentukan sepertinya hanya satgas Covid-19,” jelasnya. (Salman Muhiddin-Mohammad Nur Khotib)