DALAM sejarah Perang Dunia, D-Day adalah sebutan untuk pendaratan pasukan Sekutu di Pantai Normandia, yang menandai awal serangan besar-besaran terhadap kekuatan Nazi di Eropa pada 1944.
D-Day menjadi tonggak kemenangan Jenderal Dwight D. Eisenhower yang menjadi komandan tertinggi di lapangan, sekaligus menjadi tonggak awal supremasi politik dan militer Amerika Serikat di panggung dunia.
Kali ini D-Day punya makna yang berkebalikan dari D-Day lama. Kali ini D-Day 31 Agustus 2021 adalah ”deadline day” penarikan mundur pasukan Amerika Serikat (AS) dari palagan perang di Afghanistan, setelah terlibat dalam perang berkepanjangan selama 20 tahun. D-Day kali ini bisa disebut sebagai tanda-tanda awal penurunan supremasi AS di jagat politik dan militer dunia.
AS terlibat dalam perang yang tidak bisa dimenangkan di Afghanistan. Perang di salah satu medan paling sulit dan rumit di dunia. Palagan Afghanistan, sekali lagi, membuktikan sebagai medan yang tidak tertaklukkan. Afghanistan menjadi bukti sekali lagi sebagai kuburan kekuatan-kekuatan imperial besar dunia, ”The Graveyard of Empires”.
Semua kekuatan militer besar dunia pernah masuk ke Afghanistan di masa lalu. Semuanya gagal menguasai wilayah itu secara permanen. Pasukan Uni Soviet mencoba peruntungan pada 1979 untuk masuk ke wilayah itu dengan 75 ribu tentara, dan mendirikan pemerintahan boneka komunis di bawah Presiden Babrak Karmal.
Semua kebutuhan suprastruktur dan infrastruktur kekuasaan dipasok Uni Soviet. Semua persenjataan dan bantuan ekonomi digelontorkan ke Afghanistan. Bahkan, Uni Soviet membentuk organisasi intelijen ala KGB (Dinas Rahasia Uni Soviet) di Afghanistan untuk menjamin kelanggengan kekuasaan.
Organisasi KGB ala Uni Soviet itu bernama KHAD yang meneror, mengintimidasi, dan membunuh siapa saja yang berpotensi melawan kekuasaan. Namun, sejarah dunia sudah membuktikan bahwa kekuasaan yang didasarkan pada teror dan kekerasan kepada rakyat tidak akan bisa bertahan. Bahkan, eksistensi Uni Soviet di dalam negeri sendiri tidak bisa bertahan meski ditopang mesin KGB.
Uni Soviet baru menyadari 10 tahun kemudian bahwa Afghanistan adalah medan yang tidak bisa ditaklukkan. Soviet, yang mulai keropos dari dalam, mulai kelelahan menghadapi gerilya yang gigih dari pasukan mujahidin Afghanistan yang disokong CIA (Dinas Rahasia AS) dengan memasok senjata dan uang. Soviet menarik mundur seluruh pasukannya dari Afghanistan pada 1988, membiarkan rezim boneka Babrak Karmal sendirian menghadapi para petarung tangguh Afghanistan.
Rezim Uni Soviet runtuh pada 1990. Itu bersamaan dengan rontoknya rezim-rezim komunis di Eropa Timur. Rezim komunis boneka di Afghanistan tidak bisa bertahan lama. Pada 1996 pasukan Taliban menyerbu Kabul, menangkap Babrak Karmal, menyeretnya dengan jip memutari istana kepresidenan, kemudian mengeksekusinya.
Jenazah Babrak Karmal digantung di tiang lampu merah di Kabul selama beberapa hari bersama adik kandung sekaligus pengawal pribadinya. Sebatang rokok yang tidak tersulut diselipkan di jari jenazah Karmal, untuk menjadi pengingat bahwa mantan penguasa itu bergelimang barang haram.
Uni Soviet, sebagai empire besar modern pasca-Perang Dunia, merasakan beratnya medan Afghanistan dan memilih mundur. Uni Soviet sudah merasakan bahwa Afghanistan adalah kuburan bagi kekuatan militer besar dunia.
AS, rupanya, mau mencoba peruntungan. Mereka masuk ke Kabul pada awal 2000 untuk mengusir rezim Taliban yang ultrakonservatif, lalu mendirikan rezim boneka baru di bawah Presiden Hamid Karzai. Sebagaimana rezim-rezim boneka mana pun, rezim boneka baru itu terlihat kokoh dari luar, tapi keropos di dalam.
Selama 20 tahun AS menjaga Afghanistan dengan puluhan ribu tentara. Berbagai bantuan ekonomi dan persenjataan digelontorkan ke Afghanistan. Namun, rezim buatan AS itu tidak pernah bisa benar-benar melakukan konsolidasi kekuasaan. Petarung-petarung Taliban menarik diri, kembali ke base camp tradisional di perbatasan Afghanistan dengan Pakistan.
Gerilyawan Taliban kembali ke madrasah-madrasah tradisional untuk menyiapkan kader-kader petarung baru. Pelan namun pasti, pasukan Taliban terus bergerak dengan melakukan serangan-serangan gerilya kepada pasukan AS.
Selama 20 tahun terlibat perang yang sulit, AS akhirnya menyerah. Kali ini AS benar-benar terkubur hidup-hidup di kuburan raksasa Afghanistan. Pasukan AS mundur tanpa perlawanan pada pertengahan Agustus lalu, dan menimbulkan kepanikan yang luar biasa.