WILAYAH aglomerasi Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertasusila) tertancap di PPKM level 3. Dan untuk turun level masih lama. Capaian vaksinasi menjadi syarat turun level. Untuk ke level 2, vaksinasi dosis pertama minimal harus 50 persen. Lansia yang sudah divaksin minimal 40 persen.
Semua kabupaten/kota di Gerbangkertasusila sudah mencapai target vaksinasi dosis pertamanya. Kecuali Bangkalan. Capaian vaksin mereka baru 23,56 persen. Angkanya sangat timpang jika dibandingkan Kota Mojokerto yang sudah mencapai 129,63 persen. Atau Surabaya yang mencapai 109 persen.
”Setinggi apa pun capaian Surabaya atau Mojokerto, kalau Bangkalan masih tertinggal ya masih nyantol di level 3,” ujar Sekjen Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Rachmat Pua Geno kemarin (6/10).
Capaian vaksinasi lansia juga jadi penentu. Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, belum mencapai target 40 persen. Namun, ketiga kabupaten itu bisa mengejar ketertinggalan dalam waktu singkat: satu atau dua pekan.
Bangkalan bakal butuh waktu lebih lama untuk mencapai target 40 persen itu. Lansia yang sudah divaksin di sana cuma 6,51 persen. Dari 100 lansia, tak sampai 7 orang yang bersedia divaksin. “Madura ini memang butuh pendekatan khusus,” ujar praktisi rumah sakit di jaringan RS Muhammadiyah dan Aisyiyah Indonesia itu.
Problem vaksinasi tidak hanya dijumpai di Bangkalan. Capaian vaksinasi di seluruh wilayah Pulau Madura sangat rendah. Kabupaten Sumenep masih 20,19 persen, Sampang 18,95 persen, sedangkan Pamekasan ada di posisi buncit: 16,24 persen.
Menurutnya, ketimpangan vaksinasi antar daerah sudah diketahui pusat sejak awal. Bangkalan sengaja dimasukkan ke satu wilayah dengan Surabaya Raya agar ketimpangan bisa dipangkas.
Kabupaten atau kota harus saling membantu. Itu sudah dilakukan Pemkot Surabaya yang mengirim tenaga kesehatan (nakes) dan mobil vaksinasi ke Sidoarjo dan Gresik bulan lalu.
Hasilnya signifikan. Vaksinasi naik hampir 20 persen dalam waktu dua pekan. Apakah ini bisa dilakukan di Bangkalan? “Harusnya bisa. Tapi ini tidak cukup hanya diatasi bupati atau wali kota. Gubernur Jatim harus turun tangan,” jelas Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair itu.
(Grafis: Reza-Harian Disway)Ketua Pelaksana Relawan Pendamping Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Indrapura (RSLI) juga sepakat dengan Rachmat. Gubernur perlu turun tangan untuk mengumpulkan seluruh kepala daerah di Gerbangkertasusila. Harus ada nota kesepakatan untuk membantu Bangkalan mengejar ketertinggalan.
Di RSLI, Jadid menangani banyak pasien dari Madura. Ia juga menjadi relawan di Rumah Isolasi Orang Tanpa Gejala (OTG) Bangkalan. “Rata-rata memang tidak mau divaksin. Pemerintah daerah sepertinya sudah kewalahan,” ujar Alumnus Teknik Elektro PENS-Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.
Tokoh masyarakat dan agama harus digandeng untuk mempercepat vaksinasi. Menurut Jadid, masyarakat Madura lebih percaya kiai ketimbang pemerintah. “Tanpa itu, sulit menggerakkan rakyat Madura,” ujar pria asal Magetan itu.
Sikap Pemkot Surabaya kini ditunggu. Pemkot bisa membantu Bangkalan dengan mengirim pasukan vaksinasi. ”Kami manut sama keputusan rapat nanti,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya drg Febria Rachmanita kemarin (6/10).
Perempuan yang merangkap sebagai direktur RSUD Soewandhie itu masih menanti rapat dengan Gubernur bersama jajaran TNI dan Polri. Jika Surabaya diminta membantu Bangkalan, Febria siap mengirimkan nakes dan mobil vaksinasinya.
Namun, Surabaya tidak bisa terjun sendiri. Feni, sapaan akrab Febria berharap kekuatan TNI dan Polri harus dipusatkan di ujung barat Madura itu. “TNI Polri harus kuat ke Bangkalan,” katanyi.