Profesor Fanatik Cahaya dan Optik

Rabu 03-11-2021,08:52 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Materi optik dan cahaya sejatinya sudah dipelajari sejak SD. Tapi tidak banyak siswa yang menyukai pelajaran itu. Maklum selain perlu logika berpikir yang kuat, siswa harus menghitung memakai rumus yang tepat. Tapi berbeda dengan Prof Moh. Yasin. Ia sangat menyukai pelajaran fisika. Bahkan saat kuliah, ia fokus pada bidang optik dan cahaya.

TUBUH Prof Moh. Yasin disandarkan ke kursi kerjanya. Ia mencoba mengingat awal mula ketertarikannya dengan fisika. Kala itu saat masih SMA. Ia sering didatangi kawannya untuk mengerjakan PR fisika. Yasin dengan senang hati membantu rekannya itu.

Kebiasaan mengerjakan PR temannya itu semakin mendekatkan dirinya dengan fisika. Bahkan saat kuliah di Universitas Airlangga (Unair) jurusan fisika adalah pilihan utamanya. ”Enggak mau ambil jurusan yang lain,” ujar mantan kepala departemen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Unair itu.

Ia mulai berkuliah di Unair tahun 1985. Dalam 5 tahun studinya berhasil diselesaikan. Sejak lulus Yasin bekerja sebagai staff di departemen fisika Unair. Bahkan sesekali ia mendapat job mengajar di kelas.

Namun kecintaannya dengan fisika semakin terpupuk. Hingga pada 1996 Yasin memutuskan mengambil magister fisika di Universitas Gadjah Mada (UGM). Optik dan cahaya menjadi konsentrasi studi lanjutannya.

Yasin melihat peluang besar di bidang optik dan cahaya. Pada 1996, internet mulai berkembang. Alat penghubung internet masih menggunakan kabel tembaga. Yang ada di pikirannya adalah peluang bisnis komunikasi. Apalagi dunia komunikasi pasti akan berkembang sangat pesat. ”Sambungan telepon dan internet pada saat itu masih pakai kabel tembaga. Sekarang kan ada wi-fi dan macam-macam yang sudah menggunakan kabel serat optik ( fiber optic ). Dulu kan tidak,” katanya kemudian terkekeh.

Dunia rupanya bergerak lebih cepat dibanding perkiraan Yasin. Sambungan internet lebih cepat berkembang ketimbang penelitian yang dilakukannya. Akhirnya Yasin mulai melupakan ambisinya pada pengembangan komunikasi fiber optic

Meski gagal dalam pengembangan optik untuk internet, semangatnya tak. Studinya dilanjutkan hingga lulus 1999. Kemudian ia kembali mengajar di Unair. 

Seiring berjalannya waktu, ia menemukan peluang lain. Rupanya gelombang cahaya bisa mengidentifikasi sesuatu. Bahkan objek mikro sampai skala nano seperti virus sekalipun bisa diidentifikasi melalui gelombang cahaya.

Untuk menguji penemuannya itu, Yasin mencoba sebuah penelitian. Yang nantinya bisa dikembangkan dunia medis. Yakni teknik diagnostik detak jantung berbasis optik.

Teknik tersebut cukup sederhana. Cahaya ditembakkan ke jantung. Kemudian sinar itu akan membentuk gelombang detak jantung yang dipantulkan dan dideteksi. 

”Sebelumnya saya coba dulu di laboratorium. Simulasi detak jantungnya pakai speaker . Suaranya kecil sekali, sedangkan telinga manusia bisa mendengar minimal 20 hertz,” ujarnya.

Prof Moh. Yasin menjelaskan penelitiannya.
(Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)

Dalam pengujiannya, alat tersebut menggunakan Laser He-Ne. Kemudian ditembakkan ke loud speaker. Sinyal cahaya yang telah ditembakkan di transfer ke detector optik (Newport 818 SL). Sebelum akhirnya dideteksi oleh alat digital osciloscope

Agar bisa mengetahui akurasinya, loud speaker juga dihubungkan dengan electrogram (ECG) signal amplifier . Kemudian diteruskan ke PS410 ECG Simulator, sebelum dideteksi di osciloscope . Kemudian hasil gelombang cahaya dan speaker dibandingkan.

Kedua sinyal yang dikirim harus sama. ”Kalau jantung normal, nilai frekuensinya 30-300 bpm. Kalau tidak pada ukuran itu, berarti ada kelainan pada detak jantung,” kata penghobi olahraga badminton itu.

Tags :
Kategori :

Terkait