Korting Hukuman Koruptor

Jumat 12-11-2021,04:00 WIB
Editor : Noor Arief Prasetyo

"Menuntut agar majelis hakim dapat memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, 5 tahun dan pidana denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan."

Di sidang berikutnya, hakim memutus hukuman yang sama dengan tuntutan jaksa. Kemarin Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan, hukuman Edhy dinaikkan jadi 9 tahun.

Di zaman Orde Baru, eksekutif seperti Mahfud tidak perlu menyindir pejabat yudikatif seperti MA. Melainkan, bisa langsung menegur. Eksekutif mengendalikan yudikatif.

Terbukti, digelar Sidang Istimewa MPR RI pada 10 sampai 13 November 1999. Menghasilkan berbagai ketetapan, antara lain, Tap MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.

Itulah aturan hukum pemisahan fungsi kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Yang semula eksekutif menguasai yudikatif.

Substansi sidang istimewa MPR itu meluruskan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, yang pada zaman Orde Baru digembar-gemborkan, kenyataan di lapangan tidak dipraktikkan. Setidaknya, terkait kekuasaan eksekutif dan yudikatif, yang seharusnya terpisah, independen, tidak saling memengaruhi.

UUD 1945 menegaskan, Indonesia adalah negara hukum. Salah satu prinsip negara hukum, adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Dengan adanya Sidang Istimewa MPR tersebut, membuktikan bahwa pada zaman Orde Baru, eksekutif menguasai yudikatif. Dan, sidang istimewa tersebut mereformasi bidang hukum.

Dikutip dari pernyataan Mahfud saat dialog dengan rektor Universitas Gadjah Mada dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada, Sabtu (5/6), menyatakan:

"Korupsi sekarang makin meluas. Lebih meluas dibanding zaman Orde Baru. Saya katakan, saya tidak akan meralat pernyataan itu. Kenyatannya saja, sekarang, hari ini, korupsi itu jauh lebih gila daripada zaman Orde Baru. Saya tidak katakan semakin besar atau apa jumlahnya. Tapi meluas.”

Mahfud: "Dulu korupsinya terkoordinasi. Di dalam disertasi saya pada 1993 (mengungkap) pemerintah membangun jaringan korporatisme sehingga semua institusi dibuat organisasi."

Dilanjut: "Sekarang, Bapak lihat ke DPR, korupsi sendiri, MA korupsi sendiri, MK hakimnya korupsi, kepala daerah, DPRD ini semua korupsi sendiri-sendiri."

Ditutup: "Karena apa? Atas nama demokrasi. Sesudah demokrasi, maka bebas melakukan apa saja. Pemerintah tidak boleh ikut campur. Jadi, demokrasinya (juga) semakin meluas."

Kesimpulan, pada zaman Orde Baru, tidak mungkin MA memberikan korting masa hukuman kepada terpidana koruptor. Tidak mungkin. Sebab, menurut Mahfud, korupsinya terpusat di eksekutif.

Sebaliknya, kini pelaku korupsi menyebar ke berbagai lembaga dan individu pejabat negara. Tapi, sudah ada pembatasan kekuasaan eksekutif dan yudikatif.

Mahfud cuma bisa menyindir MA. "Janganlah hukuman terpidana koruptor dikorting lagi..." (*)

Tags :
Kategori :

Terkait