Rod Stewart tak pernah pensiun dari dunia musik. Di usia senja, 76 tahun, ia masih tetap produktif. Sejauh ini, ia telah merilis 32 studio album, 4 album live, dan 22 album kompilasi. Album terbarunya pada 2021 ini berjudul The Tears of Hercules.
SALAH seorang ikon rock ‘n roll dunia, Rod Stewart, kembali merilis album. Tajuknya The Tears of Hercules, yang dilepas Jumat lalu (12/11). Materi lagu yang termuat menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi sekaligus perasaan bahagia yang menyelimutinya.
Semangat penyanyi bernama asli Sir Roderick David Stewart tersebut memang tak pernah padam. Pada 2018, ia merilis album Blood Red Roses yang menempati posisi 1 di top chart Inggris. Tentu, ia berharap The Tears of Hercules mengulangi sukses tersebut.
’’Sejauh ini saya percaya bahwa The Tears of Hercules adalah album terbaik saya selama beberapa tahun terakhir,’’ yakin Stewart dalam wawancara dengan Rolling Stones.
Dari 12 lagu yang ada, sembilan di antara ditulis sendiri oleh Stewart. Dalam proses rekaman, ia bekerja sama dengan partnernya, Kevin Savigar, seorang pianis sekaligus penulis lagu. Kedekatan keduanya telah terjalin sejak 1978. Dalam The Tears of Hercules, Stewart dan Savigar menulis lagu One More Times yang diplot sebagai single pertama.
Dengan iringan banjo dan biola, One More Times penuh nada-nada ceria. Musikalitasnya dapat disebut sebagai folk-pop yang memasukkan unsur-unsur country. Single itu menunjukkan suasana hati yang riang gembira dari sang penyanyi.
Album yang berada di bawah naungan Warner Music itu juga menampilkan single yang mengekspresikan rasa sayang Stewart terhadap sang istri, Penny Lancaster. Judulnya I Can’t Imagine. Dengan instrumentalia bergaya balad ala 80-an, Stewart menyanyikan dan menggumamkan liriknya.
I can’t imagine / Waking up with anybody else but you. Begitulah bait reffrain dari I Can’t Imagine. Dalam lirik itu, Stewart tak dapat membayangkan, apabila ia bangun tidur, membuka mata, tapi Penny tak ada di sisinya. Rupanya di usianya yang tak lagi muda, Stewart masih bisa romantis.
Sebuah single berjudul Hold On dengan instrumen akustik beritme lambat, memuat pesan Rod terhadap kemanusiaan. Ia menyuarakan kegelisahan terhadap kondisi dunia yang carut-marut yang penuh dengan perpecahan di antara masyarakat. Ia juga mengutuk rasisme dan fanatisme sempit. Ia menggaungkan toleransi dan perdamaian lewat liriknya: With cities divided and the homeless crying/Equality for all someday.
Stewart meletakkan lagu Touchline sebagai penutup albumnya. Sebuah lagu nostalgia yang menyentuh, berkisah tentang kenangannya bersama sang ayah.
Penyanyi bersuara serak itu menyanyikan masa kecilnya, tatkala ayahnya menontonnya bermain sepak bola. Kemudian merenungkan bahwa ia juga melakukan hal yang sama pada anak-anaknya. Ia membayangkan, sang ayah menatapnya dengan bangga, lalu ritme lagu perlahan berubah cepat dan bersemangat.
Meski hampir berusia delapan dekade, Rod masih menikmati status sebagai ikon musik dunia. Ia seolah tak pernah surut dalam berkarya. Lewat The Tears of Hercules, ia mengingatkan, bahwa rock and roll bergaya 70-an masih memiliki basis penggemar. (Retna Christa-Guruh Dimas Nugraha)