Permainan Tradisional Boneka Nyai Puthut Memanfaatkan NLP untuk Telekinesis

Sabtu 20-11-2021,08:13 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Boneka Nyai Puthut bukan permainan mistis. Itulah yang coba diluruskan oleh Ki Tetuko Yongki Irawan. Baginya, permainan tersebut adalah semata olah pikiran yang memanfaatkan intuisi manusia.

Anak-anak kecil itu duduk melingkar di Balai Desa Janti Barat, Malang. Yongki, memberi mereka boneka Nyai Puthut yang telah dihias sedemikian rupa. Diberi kebaya, jarik serta kalung etnik. Ia menyuruh anak-anak itu memegang anyaman bambu yang melingkar di bagian bawah tubuh boneka tersebut.

Dari ajakan itu Yongki bisa tahu bahwa mindset masyarakat terhadap permainan boneka Nyai Puthut masih negatif. ”Beberapa orang tua khawatir. Pak Yongki, apakah tidak berbahaya? Amankah permainan itu untuk anak saya? Banyak yang meragukan,” ungkapnya.

Ia mencoba meyakinkan semua orang bahwa permainan Nyai Puthut aman. Bahkan jauh dari kesan mistis. Jika selama ini permainan tersebut dilakukan dengan piranti sesaji berupa dupa, kemenyan dan lain-lain, ia membuktikan bahwa tanpa sesaji sekalipun, Nyai Puthut dapat dimainkan.

”Konsentrasi ya adik-adik. Kalau tidak konsentrasi, Nyai Puthutnya tidak mau bergerak,” ujarnya kepada anak-anak itu. Ia terus menyuruh mereka untuk berkonsentrasi.

Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak lebih sulit berkonsentrasi. Sehingga butuh waktu pendampingan cukup lama sampai boneka Nyai Puthut benar-benar bisa bergerak. Anak-anak pun tertawa sambil memegang boneka Nyai Puthut yang sedang bergerak.

Tenaga geraknya pun tak seperti ketika dimainkan orang dewasa. Hanya bergoyang-goyang kesana-kemari dan tidak membahayakan. ”Wah, ini hantunya pasti sudah masuk,” celoteh seorang anak, kemudian tertawa geli. ”Bukan, bukan hantu,” jawab Yongki.

Anak-anak kecil juga bisa bermain Nyai Puthut dengan arahan dari Ki Tetuko Yongki Irawan. Permainan yang hanya mengandalkan konsentrasi tanpa unsur mistis. (Ki Tetuko Yongki Irawan untuk Harian Disway)

Orang-orang di sekitar pun ikut tertawa. Yongki berkata pada mereka semua, ”Bapak, ibu, sebenarnya yang menggerakkan boneka itu bukan roh atau jin. Tapi anak-anak itu sendiri,” ungkapnya.

Bagaimana caranya? ”Kuncinya adalah penerapan NLP atau Neurology Linguistic Programming,” ujarnya. NLP merupakan cabang ilmu psikologi yang digagas oleh Richard Bandler dan John Grinder pada 1970. Keduanya menemukan fakta tentang hubungan antara neurologi, bahasa dan pola perilaku yang dipelajari berdasarkan pengalaman.

NLP dapat dipraktikkan dengan pendekatan komunikasi untuk mengarahkan seseorang maupun perilakunya demi tujuan tertentu. ”Bahkan dapat menuntun seseorang untuk memiliki keterampilan tertentu dengan menggunakan metode tersebut,” ujarnya. Kaitannya dengan permainan Nyai Puthut seperti apa? “Saya mengarahkan pada keterampilan telekinetik,” jawabnya.

Telekinesis adalah kemampuan menggerakkan suatu objek atau benda dengan memanfaatkan kemampuan batin. ”Saya memberi arahan dulu, supaya mereka berkonsentrasi. Kemudian ada teknik-teknik komunikasi khusus agar pemegang Nyai Puthut dapat mengolah energi dalam tubuh mereka, kemudian disalurkan pada boneka, sehingga boneka tersebut dapat bergerak,” terang pelestari Nyai Puthut satu-satunya di Kota Malang tersebut.

Namun dalam sejarahnya, teori NLP maupun telekinetik dianggap sebagai pseudo-sains, atau teori yang dianggap ilmiah, namun tak memenuhi kaidah keilmiahan yang dapat diuji.

Bahkan sering kali berbenturan dengan konsensus ilmiah yang umum. ”Itu karena banyak yang belum tahu cara mempraktikkannya. NLP bisa untuk meningkatkan kemampuan telekinetik. Buktinya saya bisa mengaplikasikan metode tersebut,” ungkapnya.

Untuk anak-anak, Yongki menuntun alam bawah sadar mereka untuk menyalurkan energi tubuh pada boneka Nyai Puthut. Energi yang disalurkan pun tidak besar, tujuannya hanya untuk membuat boneka bergerak dengan gerakan kecil.

Tags :
Kategori :

Terkait