Mending Gugur Perang daripada Digigit Ular

Minggu 21-11-2021,16:43 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Ismanoe akhirnya tiba di pertahanan terakhir Surabaya: Gunungsari. Ia nggandol truk dari Kediri ke Mojokerto. Lalu berjalan kaki ke Surabaya. Empat rekannya gugur dalam pertempuran tak seimbang itu.

SURABAYA dibombardir pada 10 November 1945. Serangan udara, darat dan laut pasukan Inggris memaksa pejuang mundur ke selatan. Menjauhi pusat kota.

Mereka tak mampu menahan gempuran 24 ribu pasukan Inggris yang ingin membantu Belanda menguasai kembali daerah jajahannya. Terjadi pertempuran besar di Kedungdoro, Keputran, dan Pandegiling. Ratusan nyawa melayang demi mempertahankan kedaulatan negara.

Pejuang tak mau takluk dengan ultimatum sekutu. Mereka sudah terbakar orasi Bung Tomo lewat gerakan radio pemberontakannya. Merdeka atau mati.

Namun, pejuang kalah jumlah dan persenjataan. Ismanoe masih ingat bahwa ia cuma punya senapan manual. "Sedangkan sekutu pakai senapan mesin otomatis. Di pasukan kami juga ada yang enggak kebagian senjata dari gudang Don Bosco," kata Ismanoe saat ditemui di rumahnya di Jalan Tales, Jagir, Wonokromo Selasa (9/11). 

Ia ceritakan kisah itu dengan tempo pelan sambil mengingat-ingat detail kejadiannya. Kalau bicaranya terlalu cepat, ia bisa lupa. 

Sekutu berhasil merangsek ke barisan pertahanan terakhir di Gunungsari pada 18 November 1945. Dalam 18 hari, Surabaya sudah luluh lantak. Prajurit dan penduduk terusir ke selatan. 

Ismanoe sudah siap di benteng terakhir itu. Markas-markas prajurit sudah siap menghadapi tank Sherman yang mampu menembus barikade pertahanan pejuang.

Gerigi tank merusak jalan aspal di daerah serangan. Mereka menyerang meriam-meriam anti pesawat yang berhasil menjatuhkan Thunderbolt Inggris. Sejumlah operator meriam hangus terbakar karena serangan itu.

Lini terakhir di Gunungsari dipertahankan mati-matian. Pertahanan lebih kukuh dan kuat dari benteng sebelumnya. Kini, pejuang Indonesia punya markas yang lebih strategis di perbukitan.

Prajurit TRIP bertempur tanpa takut mati di area yang kini dikenal dengan nama Yani Golf. Ada lima remaja yang masih duduk di bangku sekolah gugur. Tembakan Tank Sherman jatuh tepat di lubang pertahanan mereka. 

Sisa jasad mereka ditemukan empat dekade setelah peristiwa itu. Kerangka remaja dengan senapan yang ditemukan itu lalu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Mayjen Sungkono. 

Di atas tempat itu kini berdiri Monumen Kancah Yudha Mas TRIP. Tertulis di papan penunjuk bahwa kerangka itu adalah tentara pelajar yang gugur mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Mereka adalah Soewardjo, Soewondo, Soetojo, dan Syamsudin. Sebenarnya ada lima kerangka pejuang yang ditemukan. Namun, satu nama kerangka itu masih misterius sampai sekarang. 

Hingga kini, masih ada 10 prajurit TRIP yang masih belum ditemukan jasadnya. Saat perang berkecamuk, jasad dimakamkan dalam satu liang tanpa mencatat nama mereka. "Saya ini, saking capeknya, tidur di daerah Sepanjang. Bangun-bangun samping saya ternyata mayat," kata pria yang pernah jadi guru itu. 

Tags :
Kategori :

Terkait