Menanya Ulang Kevulgaran

Senin 22-11-2021,04:38 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Dia menyampaikan, bahwa pameran ini mengondisikan seniman perempuan yang terjebak dalam estetika normatif. Stigma terhadap pelabelan karya tidak senonoh, merupakan bentuk ketidaksadaran gender dalam ekosistem kesenian di Jatim.

Melalui riset itu pula ada persepsi, konteks dan nalar penciptaan masing-masing seniman yang sangat menarik.

”Bentangan perbedaan sudut pandang atas tema ini bergerak antara melihat tubuh sebagai pengetahuan dan identitas yang perlu digali. Sebagai terapi atas tubuh traumatik, perlawanan atas kungkungan terhadap perempuan, hingga pengaguman berlebih atas tubuh,” jelasnya.

Febrian Adinata Hasibuan, pendamping residensi Ephemera #2, melihat vulgaritas sering ditangkap ’mata luar’ sebagai objek eksibisi ketabuan, pemuas hasrat seksual, dan ancaman moralitas umum. Menurutnya, hal itu wajar-wajar saja jika publik setia pada ambiguitas seni visual vulgar yang cukup lentur mewadahi pengalaman sehari-hari individu atau kolektif.

”Dalam perjalanan saya bersama Syska La Veggie mengompilasi pengalaman dan ingatan seniman perempuan di sekitarnya. Kami menemukan bahwa seni visual vulgar perlahan kehilangan ambiguitasnya,” ujar pria yang akrab disapa Aan ini.

Selain menyuguhkan ragam karya seni visual dan peragaan, ada sesi Curhat Colongan yang berlangsung pada 20 November via pertemuan daring. Syska mengundang para perupa perempuan untuk saling becerita tentang pengalaman dan represi dalam berkesenian.

Pameran ini diberi label work in progress karena tema vulgaritas masih berlanjut dalam pameran selanjutnya. Syska menginisiasi Pameran Gosyip-Gosyip Senja, yang digelar oleh kelompok Perempuan Pengkaji Seni pada 24-28 November 2021. Sebanyak 21 seniman dari Jawa Timur juga akan merespons tema vulgar dalam karyanya nanti. Mereka berusaha melihat dan berkomunikasi dengan para seniman perempuan lain di Jawa Timur yang mungkin memiliki pengalaman serupa.

Syska La Veggie, seniman yang menggelar pameran Work in Progress(WIP) di Unicorn Creative Space Surabaya. (Rizal Hanafi/Harian Disway)

Akan ada pantikan mengenai tema vulgar bagi para seniman yang akan bergabung. Sehingga mereka dapat memvisualisasikan hal tersebut melalui karya.

”Harapan dari pameran ini tidak hanya sekadar euforia. Tapi memberikan dampak sehingga publik bisa menerima dan menghargai beragam jenis karya sekalipun itu dianggap vulgar,” katanya.

”Ada pesan yang ingin disampaikan di balik setiap karya. Ada alasan dibalik konsep, sehingga kita bisa saling memahami dan menghargai karya yang ada,” pungkas Syska. (Heti Palestina Yunani-Ajib Syahrian)

Tags :
Kategori :

Terkait