Al-Ghazali vs Ibnu Sina, Antara Mistikisme dan Sains

Jumat 26-11-2021,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Ibnu Rusyd menerbitkan buku yang berjudul Tahafut at-Tahafut. Yang bermakna Kerancuan dari Kerancuan. Untuk mengkritik pemikiran Ghazali. Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghazali mengalami kerancuan dalam memahami pemikiran Ibnu Sina. Khususnya, terkait dengan eksistensi Allah, eksistensi alam semesta, serta tentang jiwa dan ruh.

Ibnu Rusyd membela Ibnu Sina. Tanpa bisa dijawab Al-Ghazali. Sebab, Al-Ghazali sudah wafat. Di abad sebelumnya. Menurut Ibnu Rusyd, pemikiran Ibnu Sina sama sekali tidak sesat. Apalagi kafir. Sebab, sesungguhnya Ibnu Sina juga bersandar pada ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana Al-Ghazali.

Cuma, cara memahaminya tidak bersifat mistis dan sufistik seperti Ghazali. Tetapi, secara saintifik. Dan empiris. Dengan begitu, menghasilkan kesimpulan yang tidak sama persis. Terutama pada tataran teknis. Sedangkan, di tataran filosofis, keduanya mengarah pada esensi yang sama. Bertauhid.

Dan makin menarik, sanggahan Ibnu Rusyd kepada Al-Ghazali itu lantas ditanggapi lagi oleh ulama-ulama yang sepemikiran dengan Al-Ghazali. Di abad berikutnya. Di antaranya, Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan Ibnu Hajar al-Asqalani. Di abad ke-13 dan ke-14. Beserta seluruh pengikut-pengikutnya. Sampai kini…

Sesungguhnya Dialah (Allah) yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. An-Nahl: 125)

Wallahu a’lam bissawab. (*)

 

*) Agus Mustofa, alumnus Teknik Nuklir UGM, penulis buku-buku tasawuf modern, founder kajian Islam futuristik.

Tags :
Kategori :

Terkait