”Peresmian pada 2015 dilakukan Drs Suyadi. Seorang seniman senior Indonesia yang dikenal khalayak ramai berkat memerankan karakter Pak Raden,” katanya.
Di sini, pengunjung bisa melihat kumpulan lengkap cerita pewayangan. Mulai dari kawasan barat hingga timur Nusantara. Selain wayang kulit yang diketahui orang pada umumnya, ada juga koleksi wayang bambu dan golek yang didatangkan langsung dari daerah asalnya. Jumlahnya ribuan buah.
Diinsiasi oleh Yensen Project, museum adalah perwujudan rasa peduli terhadap penyebaran animo wayang terutama kepada generasi muda. Di tiga lantai, ada koleksi seperti wayang, topeng keris, gamelan, alat musik tradisional, dan lain sebagainya.
Salah satu koleksi yang patut untuk diperhatikan lebih adalah Wayang Potehi. Pengelola menempatkannya di lantai dua. Potehi adalah jenis boneka tradisional yang merupakan akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa.
”Referensi penyusunannya berdasarkan buku Sam Kok (Kisah Sejarah Tiga Kerajaan China) karya Luo Guanzhong pada 1522. Di museum ada buku aslinya yang berumur lebih dari 100 tahun,” imbuhnya.
Ella mengajak semua kalangan untuk datang dan mempelajari wayang di museum tersebut. Sebab ada banyak benda seni yang memiliki unsur budaya Tionghoa. Sekaligus sebagai bentuk pelestarian salah satu budaya di tanah air.
”Dengan begitu, kita sudah berkontribusi dalam penegakan toleransi sekaligus menunjukkan kekayaan Indonesia,” tegasnya. (Ajib Syahrian)