Kesejahteraan masyarakat, terutama yang terlibat dalam sektor kelapa sawit, juga meningkat. Dengan harga TBS yang mencapai Rp 3.500 per kilogram, petani sawit di seluruh Indonesia yang berjumlah 4 juta orang makin sejahtera. Penyerapan tenaga kerja di sektor kelapa sawit juga terus meningkat.
Isu Daya Beli
Kenaikan harga minyak goreng menjadi isu yang ramai diperbincangkan, khususnya di wilayah-wilayah di luar sentra perkebunan kelapa sawit. Menanggapi hal itu, solusinya ada dua, mengurangi konsumsi dan meningkatkan daya beli.
Saat harga minyak goreng tinggi, masyarakat bisa mengurangi konsumsi minyak goreng dan beralih dalam cara mengolah masakan. Masyarakat bisa mulai membiasakan diri mengonsumsi makanan yang direbus. Ingat, minyak goreng sebetulnya bukan sebuah kebutuhan pokok.
Namun, kebiasaan masyarakat yang gemar dengan makanan gorengan membuat permintaan akan minyak goreng menjadi sangat tinggi. Karena itu, ketika harga CPO naik, sulit untuk mempertahankan harga minyak goreng seperti pada harga sebelumnya.
Strategi kedua, dan ini berada dalam ranah pemerintah, meningkatkan daya beli masyarakat. Masyarakat umum bisa mengatakan bahwa harga minyak goreng Rp 23.000 per liter adalah mahal. Tetapi, bahkan dibandingkan saat harga masih ”normal”, harga tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan harga minyak nabati nonsawit seperti minyak bunga matahari atau minyak kedelai yang bisa mencapai Rp 70.000 per liter. Pendapatan pemerintah dari sektor kelapa sawit seyogianya bisa didistribusikan secara tepat dan digunakan untuk peningkatan daya beli masyarakat.
Mengubah kebiasaan dalam mengonsumsi makanan dan meningkatkan daya beli masyarakat akan menjadi strategi paling realistis dalam menghadapi kenaikan harga minyak goreng saat ini dan di masa yang akan datang. Jadi, emak-emak eloknya tidak perlu risau menghadapi kondisi harga minyak goreng saat ini.
*) Tofan Mahdi, ketua Bidang Komunikasi Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia). Tulisan ini adalah pendapat pribadi.