Bila seseorang memiliki semangat tinggi, maka usia tak akan menghalangi produktivitas. Semangat itulah yang disebar oleh Esti di kalangan para perupa perempuan. Utamanya di antara anggota Ikatan Wanita Pelukis Indonesia (IWPI) Jatim yang diketuainya.
Sebagai leader, Esti mengaku harus bisa menjadi pribadi yang sabar dan ngemong. ”Untungnya anggota IWPI sangat mudah diajak akrab dan bersatu. Enggak pakai geng-gengan atau rasan-rasan,” ungkapnya.
Menurut Esti, kunci kepemimpinannya adalah menjauhi sifat arogan atau otoriter. Esti pribadi mendambakan keharmonisan dan persatuan dalam kehidupan yang beragam. Baik dalam diri, masyarakat maupun kelompok.
Hal itu digambarnya saat berkarya. Seperti dalam karya berjudul Kukila Langen Gita, Rama Rama Berpesta, dan Serumpun Rama Rama. Ketiga lukisan itu didominasi dengan warna pastel cerah. Memuat objek beragam jenis kupu-kupu dan burung yang beterbangan di atas hamparan bunga.
Seolah mengandung unsur magis. Semuanya membentuk komposisi yang menarik jika dipajang di dinding rumah atau perkantoran. Untuk membangkitkan semangat orang yang berada di dalamnya.
Kupu-kupu memiliki filosofi sebagai simbol metamorfosis. Dari bentuk yang buruk menjadi indah. Burung menyimbolkan perdamaian. ”Ketika mereka ada dalam jumlah banyak -seperti dalam lukisan saya- itu mencerminkan semangat kebersamaan,” ungkapnya.
Lukisan ikan koki berjudul Mina 1 dibuat Esti dengan memasukkan sisi hoki atau keberuntungan. Biasanya, para kolektor Tionghoa menyukai gambar ikan sebagai simbol keteduhan sekaligus daya gerak.
Ikan tak pernah berhenti bergerak dalam hidupnya untuk mencari makan. ”Jumlah ikan dalam lukisan Mina 1 adalah sembilan. Sesuai juga dengan angka tertinggi atau angka keberuntungan,” ungkap perupa 64 tahun itu.
Dalam menjuduli karya, Esti kerap memilih yang tak umum. Seperti Rama-rama, Mina, Kukila Langen Gita, dan sebagainya yang ternyata diambilnya dari bahasa Jawa Kuno.
”Rama-rama itu kan artinya kupu-kupu, mina artinya ikan, dan kukila berarti burung. Kukila Langen Gita jika diterjemahkan ya burung yang sedang bersuka ria,” terangnya.
Sebagai orang Jawa, Esti memang tergerak untuk ikut melestarikan bahasa Jawa Kuna. Banyak kata-kata dari khasanah bahasa Jawa Kuna yang bunyinya terdengar bagus. ”Jadi saya pakai saja sebagai judul lukisan,” ungkapnya.
Beberapa tahun terakhir Esti menekuni gaya dekoratif. ”Dekoratif memang rumit. Namun kerumitan itu menghasilkan keharmonisan yang dapat dimaknai dalam wujud kehidupan,” ujar ibu tiga anak itu.
Sebelumnya, ia melukis dengan gaya naturalis dan realis. Alasannya, melalui dekoratif dia dapat memaknai hidup. Baik ketika ia mengajar, dalam keseharian, maupun saat aktif di berbagai komunitas melukis.