Gerak Arwana Merah Tajam ala Nasrudin

Kamis 16-12-2021,10:52 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Sifat temperamental dan kondisi psikis lainnya membutuhkan terapi khusus untuk menguranginya. Salah satunya dengan cara melukis, seperti yang dilakukan M.Nasrudin. Karyanya identik dengan arwana dalam semburat merah.

GAHAR. Itulah nada yang terdengar dalam wujud visual karya-karya Nasrudin. Warna merah tajam dengan gerak ikan arwana dalam riuh torehan spontan. 

Gulung gemulung merah darah atau warna gelap yang mencolok menguatkan objeknya. Beberapa mulut ikan terbuka, ekornya menekuk gemulai seolah hendak menyambar mangsa.

Arwana dengan sisik berkilau serta wajah beringas, warna merah yang dominan menampakkan karisma dan sisi tangguhnya. 

Terdengar semacam raungan gitar James Hettfield Metallica ketika membawakan lagu-lagu heavy metal. Penuh distorsi yang melompat-lompat lincah dalam parau, lalu meledak layaknya gulungan warna pekat dalam latar lukisan Nasrudin.

“Kalau dibilang lukisan saya bercita rasa rocker ya monggo saja. Tapi secara pribadi, saya suka dangdut,” ujarnya. Kemudian tertawa. Perawakan Nasrudin memang mirip rocker. Berambut panjang, berpakaian hitam dan celana pendek yang juga hitam. Sepadan dengan karyanya yang gahar. Namun sosoknya cukup humoris.

Saat itu ia berbincang sembari asyik mengerjakan lukisan kaligrafi dalam stan yang disewanya di Jatim Expo, pada perhelatan Pasar Seni Lukis Indonesia.

Dalam stan tersebut, terdapat berbagai lukisan karya Nasrudin yang sebagian besar berwarna merah pekat dengan objek ikan arwana. Antara lain berjudul Harmoni, Kebersamaan, Bersinergi.

Beberapa di antara karyanya berhasil laku terjual. Ia memang memiliki kolektor tetap dari dalam dan luar negeri. Sehingga dengan hanya berkarya saja, Nasrudin telah mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. “Tapi tak serta merta begini. Ada proses panjang yang menguras tenaga dan air mata,” ujarnya hiperbolis.

Ceritanya, sejak kecil Nasrudin dikenal kreatif. Saat sekolah, ia sering mengerjakan tugas prakarya seni rupa, bahkan membantu kawannya. Tak hanya prakarya, ia juga membuat kandang ayam dan burung. “Ketika kecil saya juga suka menggambar. Kata kawan-kawan gambar saya bagus,” ungkapnya.

Sebagai sosok yang memiliki jiwa seni, naluri kebebasan Nasrudin begitu bergelora. Ia tak mau terikat dengan dunia kerja. Hanya mau berkesenian. Waktu itu hobinya bermusik hingga sempat les gitar. Bahkan ketika menikah, Nasrudin tak punya pekerjaan tetap.

Setelah menikah, ia menghadapi tuntutan untuk menafkahi keluarga. Saat itu Nasrudin terpaksa menyetujui saran kawannya untuk bekerja di pabrik. Itu pun hanya betah selama 3 bulan. Lalu resign. “Malah setelah menikah itulah saya mencoba untuk melukis,” ujarnya. Lukisan awalnya realis, kemudian berubah menjadi kaligrafi.

Meski saat itu lukisannya belum terjual satu pun, Nasrudin tetap yakin bahwa lewat lukisan, ia dapat menghidupi keluarganya. Walau keluarga, kerabat dan para tetangga ketika itu sangat pesimis padanya.

Tawaran mengikuti pameran lukisan datang pada tahun 2007. “Waktu itu di Hotel Tunjungan. Saya memajang lukisan kaligrafi,” kenang pria 42 tahun itu. Waktu itu Nasrudin berharap lukisannya laku. 

Beberapa hari setelah pameran, pukul 10 malam, panitia pameran menghubunginya via smartphone yang dibawa istrinya. Mengabarkan bahwa seorang kolektor lukisan dari Malaysia tertarik dengan karyanya. “Istri merasa senang. Saya pun begitu. Tanpa pikir panjang saya bergegas ke Hotel Tunjungan meski hari telah malam,” ungkapnya.

Nasrudin bertemu dengan kolektor tersebut hingga dini hari. Lukisannya ditawar dengan harga tinggi. Sang kolektor menyerahkan sejumlah uang ringgit. Enam ribu ringgit. Sekitar Rp 18 juta. “Tentu saya pulang dengan perasaan bangga. Istri dan ibu saya tak dapat tidur hingga dini hari karena menunggu saya,” ujar ayah tiga anak itu. 

Tags :
Kategori :

Terkait