Semua orang tahu ronde. Minuman hangat yang jadi favorit ketika musim hujan. Di balik kelezatannya, ronde punya sejarah panjang. Masyarakat Tionghoa merayakannya dengan persembahyangan tangcik atau dongzhi.
Disajikan di atas mangkuk dengan bulatan-bulatan yang khas. Kuah jahe dengan biji-biji kacang bila disantap terasa manis gurih. Dan yang paling penting: hangat. Baik di lidah maupun di tubuh.
Apalagi jika disantap saat musim hujan seperti sekarang ini. Kita bisa membelinya lewat pedagang bergerobak atau bermotor. Perlu diketahui, ronde ternyata punya sejarah panjang.
Ronde ternyata bukan minuman biasa. Di Tiongkok, ronde menjadi salah satu sarana upacara khusus dalam rangka menyambut puncak musim dingin. Masyarakat Tionghoa menamakan makanan tersebut bukan ”ronde”. Melainkan ”tangyuan”.
Penamaan tersebut berasal dari Dinasti Yuan. Makanan tersebut kerap disajikan seusai merayakan Festival Lentera alias Yuanxiao di Tiongkok. Kemudian, Kaisar Yuan Shikai yang memerintah pada 1912–1916 memberinya nama ”tangyuan”. Artinya, sup hangat dengan kue-kue berbentuk bulat.
Umat Konghucu pun merayakan festival makan tangyuan. ”Peribadatan umat Konghucu mengacu pada empat musim. Semuanya selalu dilaksanakan pada titik musim paling ekstrem,” ujar WenShi Liem Tiong Yang, pemuka agama Konghucu, saat ditemui di Kelenteng Delapan Jalan Kebajikan, Wiyung, Surabaya.
Pada Desember, Tiongkok sedang berada dalam musim dingin. Puncak paling dingin terjadi pada pertengahan Desember. Tanggal 21 atau 22. ”Jika jumlah hari pada bulan Februari ada 29, berarti perayaannya jatuh pada bulan Desember tanggal 21. Kalau 28, berarti tanggal 22,” ungkapnya.
Lantas, Liem melihat kalender dalam gawainya. Februari 2022. Ternyata jumlahnya 28. ”Fix. Berarti bulan ini Festival Ronde jatuh pada 22 Desember,” ujarnya.
Dalam titik terdingin, ketika matahari bergerak dari lintang selatan menuju lintang utara, malam di Tiongkok berjalan lebih panjang. Untuk meredakan hawa dingin, para warga menghangatkan tubuhnya dengan menyantap ronde beramai-ramai.
Fenomena alam itu dirayakan dengan persembahyangan tangcik. ”Empat musim dilalui dan tiap puncak musim kami selalu merayakan tangcik, sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan terhadap musim terakhir dalam siklus 12 bulan,” terangnya.
Umat Konghucu menyebut perayaan tangcik sebagai ”Genta Rohani”. Yakni, bangkitnya pencerahan. ”Sebab, setelah puncak musim dingin, Nabi Kong Zi hijrah ke banyak negara,” ujarnya. Proses hijrah tersebut dilakukan demi menyebarkan agama untuk masyarakat.
Konon, dinamakan genta karena tiap kali berdakwah, Nabi Kongzi selalu membunyikan genta dari besi dan pemukul dari bahan kayu. ”Dulu pakai genta kalau mengajak rakyat berkumpul. Mirip dengan kentongan di Jawa,” terang pria 58 tahun itu. Dalam bahasa Mandarin, artinya bok tok. Genta adalah bok. Sedangkan pemukulnya adalah tok.
Genta dari besi melambangkan militer atau penguasa. Sedangkan pemukul dari kayu melambangkan rakyat. Jika genta dipukul dengan pemukul kayu, artinya adalah imbauan agar rakyat segera berkumpul. Lain halnya jika genta dan pemukulnya sama-sama dari besi. Jika dipukul, artinya imbauan agar para bangsawan dan para prajurit atau tentara untuk segera berkumpul.
Nabi Kong Zi dikenal dekat dengan masyarakat kecil dan berhasil menyebarluaskan ajaran kebaikan ke tengah masyarakat. Karena itulah, ia selalu membawa bok dari besi dan tok dari kayu.
Pada perjalanan ke banyak negara untuk menyebar kebaikan itulah, Nabi Kong Zi mulai digelari sebagai Tian ZhiMu Duo. Thian Zhi berarti ”Putra Tuhan”. Sedangkan ”Mu Duo” berarti ”Genta Rohani”. ”Untuk mengenang perjalanan beliau dalam memberi pencerahan, kami mengadakan upacara Genta Rohani. Ronde hanya prasarana, sebagai doa, ucapan syukur, dan harapan,” ungkapnya.