Pasca Reformasi tahun 1998, keran kebebasan dan demokrasi dibuka lebar. Budaya Tionghoa diperbolehkan tampil di depan umum. Terlebih pada era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Termasuk Boen Bio, mereka menyelenggarakan kesenian barongsai secara rutin di hadapan publik. Tepatnya sejak 2000. “Saat itulah tercetus ide untuk kembali mengembangkan Kunthauw Hokkian di kelenteng tersebut,” terangnya.
Karena pada era itu The Kang Hay banyak disibukkan dengan berbagai pekerjaan, maka ia mengutus murid-muridnya sebagai pengajar di Boen Bio. Salah satu muridnya adalah Yenda Aswara yang menggantikannya, dan sampai saat ini mengajar siswa senior. Juga Guan, muridnya yang telah belajar padanya sejak 1988. Ia melatih siswa dasar.
Jika sebelumnya Kunthauw Hokkian hanya diajarkan secara terbatas, murid-murid The Kang Hay sepakat untuk memperluas tradisi bela diri tersebut. Mereka mempersilakan siapa saja untuk turut bergabung dan belajar. “Sebab jika tak dilestarikan, lama-lama tradisi ini bisa menghilang,” ujarnya.
Hingga kini jumlah murid yang mengikuti kelas Kunthauw Hokkian berjumlah 20 orang dari segala usia. Seperti hari itu, tampak Guan sedang melatih gerakan dasar Sam Chien pada seorang murid.
Tampak pula para senior paruh baya yang saling berhadapan, kemudian saling membenturkan tangan untuk melatih kekuatan. (Guruh Dimas Nugraha)