Selain memberi hiburan, tim FPK Jatim membagikan seratus lebih bingkisan untuk anak-anak pengungsi. Diberikan setelah mereka bermain dan bernyanyi bersama badut. (FPK Jatim untuk Harian Disway)
”Seorang ibu tiba-tiba menghampiri para seniman dan menyalami mereka satu per satu. Dia rupanya menyampaikan terima kasih karena selama ini anak-anak dalam pos pengungsi jarang mendapatkan hiburan,” terang Bagong.
Maklum, para orang tua mengaku kebingungan tentang cara menghibur anak-anak mereka. ”Kami bersyukur ada yang menghibur anak-anak yang masih ketakutan. Apalagi ada acara bagi-bagi boneka,” ujar Kholifah, salah satu ibu dari anak-anak di Desa Jarit yang ditemui FPK Jatim.
Selain seniman, FPK Jatim mengajak beberapa guru TK dari beberapa daerah di Jatim. Ibu-ibu pengajar itulah yang membantu kelancaran acara dengan mengatur barisan anak-anak serta ikut menciptakan suasana gembira di hati mereka.
”Ternyata banyak sekali yang mau bergabung. Mereka para dermawan dan orang-orang yang peduli kemanusiaan,” budayawan 60 tahun itu.
Sebelum acara FPK Jatim pada 22 Desember, beberapa hari setelah Semeru erupsi, FPK Pasuruan bergerak lebih dulu. Pada 10 Desember, seusai salat Jumat, mereka membawa pakaian, peralatan salat, selimut, bantal, tikar, pampers untuk anak-anak dan dewasa, pembalut, masker, hand sanitizer, serta peralatan mandi dan cuci.
Bantuan tersebut disalurkan di dua titik. Pertama di Masjid Nurul Jadid di Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo. Di sanalah tempat mengungsi sekitar 50 warga.
Bantuan kedua diserahkan kepada para pengungsi yang menyebar di beberapa tempat. ”Secara simbolis kami serahkan pada Bapak Hasan, salah satu korban erupsi yang berasal dari Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang,” ujarnya.
”Pakaian yang diberikan sangat layak dipakai. Bahkan sebagaian besar pakaian baru,” terang Hasan. Sebagai wakil penerima bantuan, Hasan termasuk yang selamat dan sempat berlindung di rumah kerabatnya.
Acara yang digagas oleh FPK Pasuruan itu merupakan kerja bareng dengan Dewan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan (DKKP). ”Barang-barang yang kami serahkan sudah diseleksi dengan baik. Berikut fisik maupun kualitasnya,” tegas Bagong.
Penegasan itu sekaligus respons Bagong atas pemberitaan tentang sumbangan baju tak layak pakai serta bantuan-bantuan yang rusak atau kedaluarsa. ”Kami tidak ingin lokasi bencana menjadi tempat pembuangan sampah baju bekas,” sesalnya.
Karena itu aksi FPK Pasuruan yang berada di bawah koordinasinya melakukan penyeleksian ketat pada gerak anggota. FPK Jatim melarang mengambil foto selfie atau melakukan perekaman demi konten di lokasi bencana.
Menurutnya memanfaatkan situasi bencana atau pengungsian sungguh tak elok. Bagong bahkan prihatin dengan oknum pembuat sinetron serial televisi yang melakukan proses syuting di tengah-tengah pengungsi. Bahkan beradegan mesra di depan anak-anak.
”Kejadian itu sungguh tak beretika. Jadi wajar apabila muncul seruan boikot. Kita kan sedang bersedih karena bencana. Ayolah bergerak dan peduli bersama-sama. Jangan malah cari peluang,” tandas Bagong. (Guruh Dimas)