Tidak percaya dengan kemampuan anak, mencoba gunakan orang dalam untuk bisa masuk Akademi Militer (Akmil). Sudah keluar uang miliaran rupiah, malah cita-cita itu akhirnya pupus karena ditipu orang tersebut. Ongky Bahrudin Winata akhirnya gagal masuk TNI.
--------------------------
TERDAKWA Novi Aliansyah mengaku kenal akrab dengan banyak jenderal di Mabes TNI. Ia berjanji bisa meloloskan Ongky dalam tes Akmil 2021. AKBP Kartono-lah yang mengenalkan terdakwa kepada orang tua Ongky.
Saat itu Nanang Hadi Purwanto dan Widiana mengunjungi anak mereka yang tinggal di rumah Kartono, kepala BNN Kota Surabaya. Ongky tinggal di sana karena sedang mendaftar Akademi Polisi (Akpol) 2021. Saat itu Kartono langsung menghubungi terdakwa.
Kartono minta agar keponakannya itu lulus masuk Akpol. Terdakwa juga mengatakan bahwa saat itu dirinya baru saja mengurus orang lain agar bisa masuk Akpol melalui jalur khusus. Berbagai omongan indah keluar dari mulut terdakwa.
Omongan itu lantas membuat kedua orang tua Onky terpesona. ”Terdakwa bilangnya kenal dengan panglima TNI. Juga kenal dengan Kapolri. Sehingga saya percaya,” katanya saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Senin (10/1).
Terdakwa lalu minta uang Rp 500 juta. Pada 24 Mei 2021, orang tua Ongky mengirimkan uang sesuai dengan nominal yang diminta. Uang itu dikirimkan dengan menggunakan rekening Widiana. Namun, saat pengumuman, Ongky malah tidak lulus.
”Dalihnya memang kalau masuk Akpol agak susah. Sehingga terdakwa menawarkan untuk masuk Akmil. Ngakunya lebih mudah. Jadi, anak saya diminta daftar Akmil,” bebernya.
Tapi, untuk bisa lolos, terdakwa meminta lagi uang Rp 585 juta. Uang itu diminta melalui Kartono.
Namun, kali ini uang itu diberikan melalui Kartono. Ada yang diberikan secara transfer antarbank dan ada yang diberikan tunai. Pemberian itu juga dibenarkan Kartono saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan.
Waktu pengumuman tes Akmil tiba. Ongky kembali dinyatakan tidak lulus. Kartono kecewa dengan pengumuman itu. Begitu juga Ongky dan kedua orang tuanya. Karena itu, Kartono minta uang yang sudah diberikan kepada terdakwa. Semuanya total Rp 1,085 miliar.
Pada 13 Agustus terdakwa memberikan bilyet giro (BG) Bank BNI sebesar Rp 250 juta. Saat ingin dicairkan, dinyatakan ditolak. Sebab, rekening giro itu telah ditutup.
Uang itu, diakuinya, baru dikembalikan Rp 50 juta. Dengan demikian, kerugian mereka Rp 1,035 miliar. Saat ingin dikonfirmasi seusai persidangan, Kartono enggan menjawab. Ia langsung pergi meninggalkan awak media.
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) Triyono Yulianto mengatakan, korban baru mengetahui saat persidangan bahwa ternyata korban terdakwa sangat banyak. ”Kalau sejak awal mereka tahu, ya gak mungkin kan kena tipu seperti sekarang,” jelasnya. (Michael Fredy Yacob)