Korban Flyover Pesing dalam Teori Jendela Pecah

Selasa 11-01-2022,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Alhasil, kereta dan stasiun subway New York selalu bersih. Sampai sekarang.

Penerapan teori jendela pecah dilanjutkan William Bratton, yang jadi kepala polisi transit New York pada 1990 (Gladwell, Malcolm, The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference, 2002).

Kasus yang diamati William Bratton adalah hal berbeda: Penumpang subway tanpa bayar. Anak-anak muda melompati palang pembatas di pintu (gate) masuk. Lantas, lari masuk kereta.

Berdasarkan data saat itu (1990), jumlah pelompat palang gate 170.000 orang per hari. Jumlah luar biasa. Mereka penumpang gratis, ilegal.

Itu diketahui polisi yang berjaga di sana. Namun, mereka enggan menegur. Dianggap sepele. Sebab, polisi New York sudah kewalahan, dihujani ribuan aneka kasus kriminal per hari.

William Bratton tidak mau melihat orang pelompat palang. Ia kerahkan anak buahnya menangkapi para pelompat. Tidak mengandalkan polisi.

Karena jumlah pelompat ribuan orang, ia minta bantuan polisi sektor lain. Pelompat yang tertangkap didenda sangat tinggi, sesuai aturan. Sebagai efek jera.

Dampaknya, tidak ada lagi pelompat palang gate. Penerapan teori sukses.

Empat tahun kemudian, William Bratton diangkat menjadi kepala Departemen Kepolisian New York. Ia menerapkan sistem yang sama untuk banyak kasus kriminal.

Sejak pertengahan dekade 1990-an, angka kejahatan di New York turun drastis. Itu berkat teori jendela pecah yang dimulai George L. Kelling (Gladwell, Malcolm, The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference, 2002).

Tindakan polisi mencegat pemotor di flyover Pesing sesuai teori jendela pecah.

Tantangan buat Polres Jakarta Barat (untuk flyover Pesing) adalah konsistensi. Rutin. Setiap waktu, di setiap jam. Seperti di New York. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait