Harian Disway - RASANYA sudah bukan hal yang aneh bila disebutkan Indonesia pangsa yang sangat besar untuk narkoba. Jumlah satuan yang masuk ke Indonesia mencapai ton (1.000 kilogram)
Catatan akhir 2021, Badan Nasional Narkotika (BNN) mengungkapkan keberhasilannya menggagalkan peredaran narkoba berwujud 3,313 ton sabu-sabu, 115,1 ton ganja, dan 191.575 butir ekstasi. Itu belum termasuk 50,5 hektare lahan ganja yang dibumihanguskan.
Harga di pasaran, sabu-sabu Rp 1,3 juta per gram, ganja sekitar Rp 20 juta per kilogram, dan ekstasi Rp 1 juta per butir. Tinggal Anda hitung berapa uang yang beredar di ”bisnis fly” itu.
Jumlah sitaan BNN tersebut belum termasuk yang diungkap dan digagalkan jajaran kepolisian. Mulai Mabes Polri, polda, polres/polrestabes/polresta, hingga jajaran paling bawah, polsek. Jumlahnya akan makin besar.
Tapi, yang perlu diingat, pengungkapan narkoba itu seperti gunung es. Tampak kecil di permukaan, tapi besar di bawah. Narkoba yang lolos diyakini masih ada. Jauh lebih banyak jumlahnya.
Pasokan narkoba Indonesia selama ini diketahui berasal dari dua negara: Tiongkok dan Malaysia. Masuknya lewat jalur udara atau laut. Selama ini yang sering diungkap hanya yang melalui jalur laut. Itu kebanyakan dari Tiongkok.
Beda dengan barang dari Malaysia. Lebih banyak masuk lewat jalur laut. Pesisir utama Madura disebut-sebut menjadi jalur ”paling aman” masuknya narkoba jenis sabu-sabu. Karena itu, Bangkalan menjadi salah satu kota pemasok narkoba di Surabaya. Juga, beberapa kota lain di Jawa Timur.
Malah, di Kecamatan Socah, Bangkalan, ada desa-desa yang dikenal sebagai kampung narkoba. Di desa-desa itu, tersedia layanan beli narkoba dan tempat mengonsumsinya. Beberapa kali obrakan tak juga menghilangkan lokasi-lokasi itu. Hilang sesaat, tapi akan muncul beberapa waktu kemudian.
Di Surabaya sendiri, kampung-kampung narkoba juga ada. Kendati sudah bergeser beberapa kali. Di era 2000, kawasan Makam Peneleh dikenal sebagai lokasi nyepet (istilah menyuntikkan putau yang dilarutkan air ke urat nadi). Saat itu belum ada narkoba jenis sabu-sabu. Yang ada ganja dan putau yang biasanya disebut pethak.
Sampai akhirnya terjadi penolakan oleh warga sekitar. Makam Peneleh pun bubar. Warga saat itu kerja bakti membersihkan makam hingga tak rimbun lagi.
Kawasan narkoba kemudian bergeser ke Semut Kalimir, lalu ke Gresik PPI. Namun, di dua kampung itu, terjadi lagi penolakan warga. Lokasi pun bergeser kembali.
Kini kampung narkoba di Surabaya adalah sekitar Jalan Kunti, Pragoto, Bolodewo. Celakanya, di kampung terakhir tersebut tidak ada penolakan warga. Entah karena apa. Beberapa kali obrakan skala besar pun sudah dilakukan. Namun, itu hanya membuat senyap sesaat. Kembali riuh kemudian.
Lalu, siapa peminat berton-ton narkoba itu?
Sekali lagi, Indonesia pangsa yang sangat besar untuk narkoba. Di sini semua tingkat adalah penikmat narkoba. Mulai sekadar gaya hidup sampai dengan daya hidup. Dari kalangan selebritas sampai yang tinggal di pinggir kali.
Bagi warga pinggir kali, narkoba adalah barang dagangan. Bagi mereka, membeli 1 gram kemudian dipecah menjadi poket-poket kecil dan harga jual Rp 200 ribuan sangat menguntungkan. Termasuk bonus tester untuk mereka nikmati sendiri.