Persatuan Perangkat Desa Indonesia dalam Munas IV di Pasuruan pada 9 Januari 2022 mengusulkan agar perangkat desa diberi Nomor Induk Pegawai (NIP) atau Nomor Induk Pegawai Desa (NIPD).
Usulan tersebut masuk akal mengingat sampai saat ini para staf pemerintahan desa atau yang lebih dikenal dengan nama perangkat desa tidak terlalu jelas status kepegawaiannya.
Mereka bekerja layaknya seorang pegawai pemerintah namun tidak pernah terdaftar sebagai salah satu jenis Aparatur Sipil Negara (ASN), baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sebegai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Perangkat desa adalah ujung tombak pelayanan di tingkat yang paling bawah. Bahkan bisa dianggap sebagai garda terdepat pelayanan negara terhadap warganya.
Secara teknis pekerjaan yang dilakukan perangkat desa tidak ada bedanya dengan para pegawai pemerintahan di struktur atasnya. Di kecamatan dan di kabupaten.
Artinya, kewajiban perangkat desa sebagai pelayan publik (public servant) tidak ada bedanya dengan kewajiban seorang ASN pada umumnya.
Bahkan larangan yang diberlakukan kepada perangkat desa juga hampir sama dengan larangan yang diberlakukan kepada seorang ASN. Salah satunya, perangkat desa dilarang menjadi anggota partai politik.
Perangkat desa dituntut bekerja melayani masyarakat dengan berpegang pada prinsip efektif dan efisien dengan mengedepankan disiplin dan tanggung jawab. Namun sayang, pada saat yang sama hak-hak sebagai pegawai pemerintah kurang diperhatikan dengan baik.
Sampai saat ini perangkat desa tidak pernah dimasukan ke dalam sistem administrasi kepegawaian, sehingga jenjang karier dan pembayaran gaji mereka tidak memiliki standar yang jelas.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, telah ditetapkan besaran penghasilan tetap perangkat desa yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD).
Namun peraturan pemerintah tersebut tidak mengatur jenjang karier seorang perangkat desa. Sehingga jumlah penghasilan tetap mereka akan berlaku secara flat. Hal tersebut berbeda dengan penghasilan seorang ASN yang setiap dua tahun mengalami kenaikan (gaji berkala).
Warisan Prakolonial
Pemerintah Indonesia memperlakukan desa sebagai sebuah entitas khas yang unik dan memposisikannya sebagai warisan budaya. Desa diperlakukan sebagai warisan sejarah yang harus dilindungi sebagai bagian dari kearifan lokal.
Dengan demikian perangkat desa juga diperlakukan sebagai bagian dari kearifan lokal tersebut. Pekerjaan yang dilakukan oleh perangkat desa dianggap sebagai bagian dari budaya masyarakat desa dalam konteks tolong-menolong.
Desa adalah struktur pemerintahan peninggalan masa prakolonial. Pada masa kerajaan, utamanya di Jawa, desa merupakan himpunan tenaga kerja (cacah) yang dikoordinir oleh bekel.