Perang Saudara Koalisi

Kamis 17-02-2022,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

KAUM buruh kini bergejolak. Mereka ramai-ramai menuntut dicabutnya peraturan menteri ketenagakerjaan (Menaker) mengenai pencairan JHT (jaminan hari tua) di usia 56 tahun.

Bukan hanya buruh yang turun ke jalan. Para politikus pun mengkritik. Bila kritik dan protes datang dari para politikus oposisi, itu hal yang wajar. Mereka memang berada di luar pagar istana.

Mengiringi protes dan kemarahan buruh kali ini, sejumlah politikus partai pro pemerintah juga melancarkan protes. Mereka mengkritik kebijakan yang notabene mereka sendiri berada dalam grup pemerintahan itu.

Yang paling ramai saat ini adalah kritik Puan Maharani, ketua DPR yang berasal dari PDIP itu. Puan menuntut agar aturan tersebut ditinjau ulang. Puan juga menyebut peraturan Menaker Ida Fauziah itu tidak sensitif dengan kondisi masyarakat saat ini. Menteri Ida Fauziah merupakan unsur PKB di kabinet.

Puan menyebut buruh yang terkena PHK dan dampak Covid-19 membutuhkan dana untuk melakukan usaha lain. Dengan demikian, sewajarnya, dana JHT dicairkan saat para buruh itu menjadi korban PHK. Tak perlu menunggu usia 56 tahun. Kritik itu sama dengan pandangan para tokoh buruh.

Politikus koalisi lain yang bersuara keras berasal dari Partai Gerindra, yakni Ahmad Muzani. Ia juga meminta pemerintah mencabut permen yang dikeluarkan Menteri Ida. Ia pun satu suara dengan para buruh yang memerlukan pencairan dana tersebut untuk kelangsungan hidup karena PHK dan pukulan ekonomi gara-gara pandemi.

Di tengah maraknya protes kaum buruh itu, belum terdengar kritik dari para politikus PKB. Atau, tuntutan mencabut permen Menteri Ida itu.

Politikus PKB Nihayatul Nafiroh justru mendukung aturan menteri satu parpolnya itu. Perempuan yang menjabat wakil ketua Komisi IX DPR tersebut menganggap pencairan JHT usia 56 tahun tersebut sudah tepat.

Nafiroh menilai putusan Ida Fauziah sudah sesuai dengan perundang-undangan. Dia meminta para buruh untuk menahan diri. Sementara itu, Menaker Ida Fauzia menjawab, Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang JHT itu sudah berdasar hukum UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang lahir di era pemerintahan Megawati.

Sementara itu, kritik dari para politikus Partai Demokrat dan PKS tak perlu kita bahas. Mereka sebagai oposisi bersikap sangat tegas menolak permen tersebut. Sikap para oposisi itu bisa kita sebut sebagai kritik ring luar.

Kritik sesama pendukung pemerintah kita sebut kritik ring dalam. Kejadian tersebut bukan kali ini saja. Saat Prabowo membeli 42 jet tempur Rafale dari Prancis, kritik datang dari PSI, partai yang notabene pendukung pemerintah. Juga, kritik dari politikus Partai Golkar Dave Laksono. PSI mengkritik Prabowo tidak sensitif karena prioritas saat ini seharusnya mengatasi Covid-19. Di sisi lain, Dave protes dengan mempertanyakan kesiapan SDM dalam kebijakan Prabowo itu.

Tentu tidak ada kritik dari kelompok Gerindra. Seperti halnya sikap politikus PKB dalam masalah JHT.

PDIP juga pernah merasakan senggolan kawan dalam. Yakni, saat Mensos Risma dikritik publik terkait berbicara dengan penyandang disabilitas tunarungu. Publik ramai-ramai mengkritik gaya Risma yang mengajak tunarungu bicara normal. Risma terpojok.

Di tengah kritik publik, politikus Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyebut tindakan Risma sangat ironis. Ace yang juga ketua Komisi VIII DPR menyebut seharusnya (Risma) menghargai keterbatasan tunarungu. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pun turun membela Risma.

Kalau kita cermati, kritik ”saling serang” koalisi itu muncul bila menyangkut isu-isu kepentingan publik. Atau, isu yang sedang menjadi arus besar publik. Karena itu, selalu muncul pertanyaan, apakah mereka membela kepentingan publik atau upaya menjaga elektabilitas?

Tags :
Kategori :

Terkait