LEBIH dari separo warga Sidoarjo belum teraliri PDAM. Solusinya sebenarnya sudah ada: air Umbulan dari Pasuruan. Sidoarjo dapat jatah 1.200 liter per detik (lps). Paling banyak ketimbang Pasuruan, Surabaya, dan Gresik.
Proyek Strategis Nasional dengan nilai investasi Rp 2,2 triliun itu sebenarnya sudah mengalir sejak tahun lalu. Namun seluruh PDAM cuma dapat sepertiga dari jatah maksimal. Sidoarjo baru dapat 400 lps sampai saat ini.
Pengelola SPAM Umbulan yang sudah membangun pipa induk di sepanjang Tol Surabaya-Malang itu tidak bisa membuka keran air secara maksimal. Sebab, jaringan pipa PDAM di daerah belum siap. “Ada kendala pipa. Harusnya antara anggaran APBD, APBN, DAK, dan KPBU jadi satu. Sehingga 1.200 liter per detik air itu bisa tersalur ke Sidoarjo,” kata Bupati Sidoarjo saat mengunjungi Long Storage Kalimati di Kecamatan Tarik kemarin (21/2).
Butuh anggaran Rp 603 miliar untuk membangun jaringan baru di Sidoarjo. PDAM Sidoarjo menganggarkan pembangunan pipa baru sebesar Rp 279 miliar. Sudah dicicil sejak 2019 dan tuntas tahun depan. Pemkab Sidoarjo juga membantu percepatan pembangunan sebesar Rp 147,11 miliar.
GUS MUHDLOR bersama anggota Komisi V DPR melihat maket pengembangan Long Storage Kalimati. (Foto: Boy Slamet-Harian Disway)Anggaran terbesar ketiga ada di pemerintah pusat. Jumlahnya nyaris Rp 140 miliar. Terdiri dari Rp 66,51 anggaran APBN, sisanya Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 72,8 miliar. “Ternyata yang tersedia cuma Rp 25 miliar,” kata Muhdlor.
Kalau pusat tidak bisa menepati janjinya yang pusing adalah Dirut PDAM Sidoarjo Dwi Hary Soeryadi. Mau tidak mau PDAM harus membayar air sebesar Rp 1.200 ribu lps ke SPAM Umbulan meskipun cuma bisa menyerap 400 lps.
Tagihan air bulanan sudah tertuang dalam kontrak kerja sama build operate transfer (BOT) yang sudah diteken pemerintah dengan PT Meta Adhya Tirta selaku pengelola Umbulan. Sehingga, PDAM tidak bisa mengurangi jatah airnya.
Muhdlor telah menanyakan persoalan anggaran ke pusat. Ternyata terjadi rasionalisasi APBN gara-gara pandemi. Kondisinya sama seperti pemda yang harus menghitung ulang APBD-nya selama dua tahun terakhir. Meski begitu, Muhdlor menginginkan agar proyek strategis ini tidak dicoret dari APBN karena sudah ditunggu ratusan ribu calon pelanggan.
BUPATI SIDOARJO Muhdlor Ali. (Foto: Boy Slamet-Harian Disway)Bupati berusia 31 tahun itu mengatakan, pelayanan air minum erat kaitannya dengan kesehatan warga. Sebab sumber air dari sumur di Sidoarjo tidak semuanya bagus. Terutama di wilayah selatan yang berdekatan dengan semburan lumpur Lapindo. Sumurnya berbau gas sehingga tidak bisa dikonsumsi. “Ini ada kaitannya dengan stunting juga,” jelasnya.
Jumlah stunting atau kurang gizi di Sidoarjo masih 6.207 bayi. Angka itu sebenarnya sudah turun drastis dalam dua tahun belakangan. Pada 2019 jumlah stunting mencapai lebih dari 10 ribu kasus.
Ia menargetkan Sidoarjo bisa zero stunting. Karena itulah gizi dan air minum yang dikonsumsi bayi harus sesuai standar Kemenkes.
Nah, harapan itu ada di air Umbulan yang bersumber dari mata air pegunungan. Air istimewa itu bisa dialirkan sampai ke rumah pelanggan tanpa banyak tambahan bahan kimia. Artinya kualitasnya jauh lebih baik ketimbang air PDAM yang berasal dari air baku sungai.
Untuk mempercepat proyek itu ia meminta tolong ke Komisi V DPR yang melakukan sidak ke Tarik untuk menagihkan anggaran dari pusat. Dengan begitu calon pelanggan baru di pinggiran Sidoarjo bisa menikmati air yang sama dengan warga tengah kota.
Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo meminta Muhdlor membuat surat resmi ke komisinya. Surat itu akan jadi pintu masuk untuk memanggil kementerian PUPR yang belum merealisasikan janjinya. “Tentu akan kami bantu dorong supaya proyeknya jalan,” jelas politisi PKS itu.
Sigit juga melihat perlunya pengembangan layanan air untuk Sidoarjo Barat. Jaringan PDAM belum sampai ke sana. Makanya Long Storage Kalimati yang ia kunjungi bisa jadi solusi air minum Sidoarjo Barat.