BOLEH dibilang, filsafat Tiongkok adalah filsafat kemanusiaan. Secara horizontal, mengajarkan bagaimana mestinya manusia berhubungan dengan manusia. Secara vertikal, membimbing bagaimana manusia seyogianya bersikap kepada alam semesta.
Filsuf agung Konfusius, misalnya. Pokok-pokok ajarannya ialah "ren 仁" (welas asih), "义 yi" (kebenaran), "礼 li" (tata krama), "智 zhi" (kebijaksanaan), "信 xin" (dapat dipercaya). Kesemuanya berkaitan dengan manusia –atau hablun minannas dalam istilah Islamnya.
Coba kita telaah secara leksikal huruf "仁" itu sebagai contoh. Terdiri dari dua komponen: di depannya "亻" (rén) yang artinya manusia; di belakangnya "二" (èr) yang artinya dua. Berarti, dilihat sekilas dari aksaranya saja, sudah sangat filosofis. Dan bisa ditebak ini menyangkut relasi antarmanusia. Terutama akhlak.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pendiri Indospring Rianto Nurhadi: Jia He Wan Shi Xing
Syukur, tuntunan-tuntunan tentang kemanusiaan sejak ribuan tahun tersebut terus dipegang teguh oleh masyarakat Tionghoa hingga sekarang.
Termasuk oleh Soebiantoro, komisaris PT Jembo Cable Company Tbk. Menurut Soebiantoro, sebagai manusia, kita harus "诚心待人" (chéng xīn dài rén). Atau, menggunakan istilah Shi Nai'an 施耐庵 dalam roman masyhurnya, Batas Air (水浒传 Shuihu Zhuan), kita harus "倾心露胆" (qīng xīn lù dǎn): memperlakukan manusia dengan sepenuh hati. Dengan tulus. Dengan apa adanya, bukan ada apanya.
Sebab, dari dulu, tidak sedikit manusia yang memberlakukan S & K dalam menentukan sikap. Seperti kata-kata yang sering kita temui di bokong truk: "Anda sopan, kami segan. Anda lancang, kami tendang."
Ada kisah menarik dalam kitab Han shi waizhuan (韩诗外传). Suatu waktu, Konfusius berdiskusi dengan 3 muridnya. Murid pertama bilang: "Kalau orang baik padaku, aku akan baik juga padanya. Kalau orang jahat padaku, aku pun akan jahat padanya." Konfusius berkomentar: "Itu tidak beradab."
Murid kedua menimpali: "Kalau orang baik padaku, aku akan baik juga padanya. Kalau orang jahat padaku, aku akan menuntunnya ke arah kebaikan, kemudian memutuskan untuk menjauhi atau mendekatinya." Konfusius menilai: "Itu orang yang menganggap orang lain sebagai teman atau kongsi."
Giliran murid ketiga bicara: "Kalau orang baik padaku, aku juga akan baik padanya. Kalau orang jahat padaku, aku akan tetap baik padanya." Konfusius berpendapat: "Itu orang yang menganggap orang lain sebagai keluarga."
Kita mau pilih yang mana? (*)