PARIS Saint-Germain (PSG) mulai merasakan ekses negatif Kylian Mbappe-gate. La Liga adalah ”aktornya”. Rabu, 15 Juni 2022, La Liga mengajukan keberatan ke UEFA. Klub tajir dari ibu kota Prancis itu diyakini melanggar financial fair play (FFP).
Nah, pekan ini La Liga berniat mengajukan tuntutan kepada pengadilan Prancis. Tujuannya adalah menganulir atau mencegah berlakunya kontrak baru Mbappe. Kontrak baru tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2022 hingga 30 Juni 2025. Apakah tuntutan itu akan berhasil? Entahlah. Itu urusan pengadilan. Itu soal nanti. Tetapi, gelagat buruknya sudah bisa terbaca dari reaksi PSG sekarang. PSG sudah terang-terangan ingin menjual Neymar dan sejumlah pemain lainnya. Bahkan, bukan tidak mungkin Lionel Messi masuk daftar lego. Artinya, neraca keuangan PSG tidak berimbang. Dengan kata lain, kontrak Mbappe itu ilegal. Komplain dan rencana gugatan La Liga tersebut tepat sasaran. Kontrak Mbappe bisa saja dianulir atau dibatalkan. Suda jadi rahasia umum, PSG kelewat angkuh dan borjuis. Klub milik BUMN Qatar itu menganggap money is everything, ’uang adalah segalanya’. Padahal, aturan UEFA yang termaktub dalam FFP mengindikasikan money is only something. Uang hanya salah satu, bukan segalanya. PSG pun dituding menabrak semua tatanan yang berlaku di sepak bola. Sebuah klub harus menunjukkan neraca keuangan yang positif dan sehat pada musim kompetisi sebelumnya bila ingin merekrut pemain megabintang. Sebab, rekrutmen baru akan mengubah struktur neraca keuangan sebuah klub, apalagi kalau klub itu mengalami kerugian. Pada musim 2020/2021, misalnya, PSG merugi 192 juta pounds. Kerugian itu merupakan salah satu imbas mereka merekrut Messi. Klub tersebut kehilangan 31 juta pounds dari pendapatan tiket. Beban gajinya juga naik 21 persen hingga 431 juta pounds per musim. Belum lagi estimasi kerugian pada 2021/2022 yang mencapai 224 juta euro. PSG benar-benar egoistis dan bandel. Kyian Mbappe-gate menyingkap segalanya. Kasihan pemain berusia 23 tahun itu. Ia menjadi komoditas ambisi klub kaya raya tersebut. Mbappe sebetulnya sudah enggan merumput lagi di PSG. Hatinya sudah di Madrid. Namun, PSG yang merasa dirinya di atas Madrid melakukan segala cara untuk mencegah kepergiannya ke Santiago Bernabeu, kandang Madrid. Uang sebetulnya sudah tidak mempan. Namun, Mbappe akhirnya tidak berkutik ketika dipanggil Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengajaknya bicara. Di satu sisi, Mbappe terkooptasi. Di sisi lain, Macron tidak enak hati setelah dimintai tolong sejawatnya, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al-Tsani. Mbappe adalah orang Prancis. Mbappe adalah warga Paris. Mbappe wajib mempromosikan Prancis. Ia wajib mempromosikan Paris. Permintaan sang presiden itulah yang membuat goal getter itu ”mbalelo” dari Madrid. Mbappe sebetulnya sudah menolak dengan caranya sendiri. Ia meminta punya privilese kalau bertahan di PSG. Privilese itu adalah ikut menentukan sosok direktur olahraga. Ikut menentukan rekrutmen manajer atau pelatih dan bisa memecat sang pelatih. Juga, ikut menentukan sosok pemain mana saja yang dijual maupun dibeli. Gara-gara privilese Mbappe itulah, sosok Zinedine Zidane menolak melatih PSG. Zidane tak ingin kalah kuasa dari ”anak ingusan”.Mbappe lantas meminta PSG menjual Neymar karena pemain timnas Brasil tersebut kelewat hedonis dan ”songong”. Mbappe berpikir, PSG tentu saja tidak mungkin menyetujui permintaannya di luar soal gaji. Itu permintan ”gila”. Permintaan tersebut menunjukkan sosok Mbappe lebih besar daripada klub. Eh, tidak tahunya PSG yang sudah gelap mata malah menerima permintaan tidak masuk akal itu. Ya, beginilah jadinya. (*)