Untuk pembuatan ekoenzim, diperlukan waktu selama tiga bulan. Diendapkan dalam wadah yang sangat tertutup. Tidak boleh tercampur dengan udara dari luar. Karena itu, tidak cukup waktu 10 hari untuk bisa memanen ekoenzim milik mahasiswa Unitomo yang sedang KKN.
Pembuatan ekoenzim itu juga diajarkan kepada masyarakat setempat. Tujuannya, warga di sana bisa membuat ekoenzim sendiri. Juga, bisa menjadi desa wisata yang ramah lingkungan. Kebun buah juga menjadi bersih. Tidak ada sampah kulit yang berserakan.
”Memang akan menjadi pupuk. Tapi, kalau kita lihat kasatmata kan akan menjadi sangat jelek. Lagi pula, jika warga setempat membuat ekoenzim sendiri, akan menambah penghasilan warga setempat. Lingkungan bersih, penghasilan bertambah,” paparnya.
Ekoenzim itu ke depan dikembangkan bersama Unitomo. Suami Mimtahatun Nafidah tersebut juga sudah menghadap wakil rektor Unitomo. Mereka berjanji, dalam waktu dekat, akan melakukan pertemuan untuk membahas ekoenzim labih lanjut.
”Dalam pertemuan itu, nanti kami minta bantuan agar Unitomo membuka laboratoriumnya untuk melakukan kajian ilmiah. Jadi, masyarakat percaya dengan kegunaan dari ekoenzim,” jelasnya. Ia juga ingin agar laboratorium itu melakukan pengujian terkait efektivitas ekoenzim dalam membunuh virus.
”Ya, syukur-syukur kalau bisa mematikan virus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan. Kini penyakit itu sedang ramai dibicarakan karena sudah menular ke berbagai macam hewan. Penyebarannya sangat pesat,” tambahnya. (*)