Pada 2014, wali kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini, tidak sepakat apabila stan Pasar Turi diberi status strata title. Para pengelola pun sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Pemkot Surabaya. Akhirnya diputuskan oleh PN sebagai hak pakai.
Pengelola juga sudah bersurat ke para pedagang. Meski, sebagian tidak menerima keputusan itu. Mereka punya kesempatan untuk menggugat balik ke PN Surabaya.
Status itulah yang menyebabkan Pasar Turi mati suri sejak 2016. Enam tahun lalu, 1.800 stan sempat beroperasi. Tetapi, karena status hukumnya belum tuntas, akhirnya para pedangang satu per satu menutup lapaknya. ”Kalau sekarang kondisinya sudah beda. Jadi, saya yakin Pasar Turi Baru ini bisa ramai kembali,” ungkap Tjandra.
Dulu hubungan pengelola tidak harmonis dengan Pemkot Surabaya. Beda dengan sekarang. Bahkan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi turut meresmikan pembukaan pada Maret lalu.
Selain itu, para pengelola sedang memproses adendum. Tujuannya, hak pakai stan bisa berlaku hingga 25 tahun.
Tentu juga memproses persoalan lain yang belum terselesaikan. Termasuk tumpukan utang pengembang yang nilainya mencapai Rp 1 triliun. ”Kami diberi waktu tiga tahun jeda, kemudian tiga tahun berikutnya harus nyicil. Artinya, ada waktu enam tahun. Kami optimistis bisa menuntaskannya,” jelas Tjandra. (*)