ASI dan Masa Depan Alergi

Sabtu 06-08-2022,06:15 WIB
Oleh:

Oleh: Ari Baskoro (Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam, FK Unair/RSUD Dr Soetomo Surabaya)

Peringatan hari ASI sedunia diselenggarakan setiap tahunnya pada 1 Agustus. Selama satu minggu, pekan ASI mendorong gerakan menyusui secara global. Peranan ASI bagi masa depan kehidupan bayi ini sangat fundamental.

ASI (air susu ibu) sangat penting bagi tumbuh kembang seorang bayi. Hal itu tidak  terbantahkan oleh siapa pun. Manfaatnya esensial bagi kesehatan seorang ibu yang menyusui bayinya. 

Ada hubungan timbal balik antara anak dan ibu menyusui yang menyangkut dimensi moral dan agama. Tidak mengherankan, organisasi kesehatan dunia (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), menginisiasi suatu deklarasi Innocenti. 

Pernyataan bersama yang dicetuskan di Florence-Italia pada 1990 itu, menyepakati perlunya peringatan Pekan ASI Sedunia. Tujuan utamanya adalah menyadarkan masyarakat akan pentingnya pemberian ASI.

Kandungan zat-zat imun dan berbagai nutrien yang penting dan lengkap dalam ASI, sangat krusial bagi bayi. Tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi secara utuh, namun juga memelihara imunitas bayi.

Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi, memberikan kontribusi penting bagi fondasi sistem imun yang kokoh. Efektivitas peranan ASI bagi pencegahan penyakit alergi saat mencapai usia remaja dan dewasa, akan semakin nyata bila ASI terpenuhi hingga 24 bulan. Komitmen ini perlu dibangun pada seorang ibu, sebagai unsur pemenuhan hak-hak anak. 

Harapan seorang ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya, banyak menghadapi tantangan. Kurangnya dukungan dari keluarga, tempat kerja, peluang memompa ASI yang dipandang minim, menjadi kendala tersendiri.

Tidak banyak tempat bekerja yang bisa memberikan privasi yang cukup atau tersedianya fasilitas ruang laktasi yang memadai. Faktor-faktor tersebut yang antara lain menyebabkan pemberian ASI eksklusif di Indonesia tergolong rendah. 

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2017, pemberian ASI eksklusif di Indonesia hanya mencapai 35 persen. Angka tersebut masih jauh di bawah rekomendasi WHO yang menghendaki setidaknya sekitar 50 persen.

Selama pandemi Covid-19, disinyalir pemberian ASI eksklusif semakin berkurang. Hal itu terungkap dalam penelitian yang digagas oleh Health Collaborative Center (HCC).

Ada beberapa faktor dominan yang menjadi penyebabnya. Variabel tersebut antara lain, tidak semua fasilitas kesehatan (faskes) memiliki pelayanan perawatan ibu dan janin selama masa kehamilan (antenatal care) secara daring. Termasuk juga di dalamnya pelayanan telemedisin.

Faktor kedua, tenaga kesehatan (nakes) di layanan primer juga belum pernah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi di masa pandemi. Unsur berikutnya adalah, terkait minimnya informasi tentang menyusui yang aman selama pandemi di faskes tempat mereka bertugas.

Terakhir, menyangkut ketiadaan fasilitas menyusui khusus pasien Covid-19. Penelitian HCC melibatkan  dokter, bidan dan  nakes lainnya. Mereka bertugas di berbagai institusi kesehatan yang berasal dari 25 provinsi di Indonesia. 

Tidak semua bayi beruntung mendapatkan ASI eksklusif. Di setiap provinsi di Indonesia, angka cakupan ASI eksklusif sangat bervariasi. Data tersebut tercermin dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS).

Tags :
Kategori :

Terkait