Galeri ternama di Bali, Jagad Gallery, membuka cabang di Surabaya, di Jalan Bengawan No 26. Diresmikan dalam acara Jumpa Sapa Karya Lukisan kemarin. Saat itulah para pelukis yang berpameran memaparkan karya-karyanya.
Buat galeri ternama yang berpusat di Seminyak itu, merilis cabangnya di Surabaya amatlah penting dan strategis. "Mengingat ekosistem seni rupa di kota ini tumbuh dengan pesat," kata Iswanto, pengelola.
Galeri yang digagasnya bersama Rambat, penggemar seni rupa asal Klaten itu, cenderung berkonsep contemporary art. Mewadahi karya-karya kontemporer milik perupa-perupa ternama di Indonesia. “Lukisan yang kami pajang setidaknya punya rasa dan punya kesan mendalam bagi penikmatnya,” ungkap Rambat.
Dalam makan malam pada Selasa, 16 Agustus, hadir beberapa pelukis yang karyanya dikoleksi oleh Jagad Gallery. Kali ini memajang karya Koeboe Sarawan, Petrus Pranagung, Slamet, Budi Ubrux, Made Kenak, Elyezer, Dadang Rukmana, Sri Pramono, Ipan Lasuang, dan Daniel Kho.
Suasana pembukaan Jagad Gallery di Surabaya yang diiringi musik jazz dari Jazzcentrum.
Sambil makan malam itulah, karya mereka itu bisa dinikmati. Sambil menikmati musik jazz dari kelompok Jazzcentrum yang menghangatkan suasana. Mengalun tembang-tembang lawas seperti Fly Me to The Moon, L.O.V.E.
Di bagian dalam gedung, tampak karya Made Kenak Dwi Adnyana yang berada di ruang tengah, diletakkan di atas kursi panjang. Pengunjung dapat duduk sembari menikmati latar Gunung Batur dalam lukisan berjudul Monumen Alam.
Pengunjung melihat karya-karya yang terpajang di ruang pamer Jagad Gallery di Jalan Bengawan 26 Surabaya.
Sebuah karya yang dilukis Kenak setelah terinspirasi tentang masa kecilnya yang dekat dengan lingkungan Gunung Batur. “Saya menangkap impresi cahaya yang membias pada gunung. Khususnya pada malam hari. Lalu saya tuangkan dengan sentuhan ekspresif,” ungkap Kenak yang tiga dari lima lukisannya terjual dalam pameran itu.
Karya-karya perupa Elyezer asal Banyuwangi terpasang di beberapa sudut. Salah satunya tentang Yesus yang memanggul seekor domba berjudul Gembala Yang Baik. “Saya menggambarkan sosok Yesus sebagai gembala. Menuntun umatnya dalam kebaikan,” ujarnya.
Seorang pengunjung yang memotret karya pelukis Elyezer, satu dari sekian koleksi Jagad Gallery yang dipamerkan untuk pembukaan.
Sedangkan Budi Ubrux tetap mengusung visual koran sebagai ciri khas karyanya. Figur manusia dan benda dalam lukisan Budi selalu tertutup koran. Seperti lukisan berjudul Hilang Kata-kata. “Segala ucapan dan tindakan manusia, termasuk keputusan, sering kali dikontrol oleh media. Lewat media pula pikiran seseorang dapat dipengaruhi,” ungkap pria 56 tahun itu.
Karya-karya Slamet cenderung ekspresif. Memiliki tekstur yang menggumpal. Beberapa pengunjung mengira tekstur itu dibuat menggunakan campuran semen putih dan kalsium, seperti yang dilakukan perupa pada kanvasnya untuk menonjolkan tekstur. “Bukan. Teksturnya berasal dari gumpalan-gumpalan cat yang mengering. Kemudian saya lekatkan saja pada kanvas. Lalu diberi warna untuk menyesuaikan komposisi,” ungkap Slamet.
Door prize lima lukisan dari Jagad Gallery yaitu Made Wianta, Moses Misdy, Slamet W, Elyezer, dan Nyoman Gunarsa.
Selain santap malam, Jagad Gallery memberikan door prize istimewa. Berupa lima lukisan karya lima pelukis yakni Moses Misdy, Made Wianta, Slamet W, Nyoman Gunarsa, dan Elyezer. “Lukisan itu koleksi istimewa galeri. Karya dari pelukis ternama. Harganya puluhan hingga ratusan juta,” ungkap Iswanto.
Sebenarnya masih ada sekitar 200 lukisan koleksi Jagad Gallery. "Akan ada waktu gilirannya untuk mempresentasikannya di depan publik,” pungkas Iswanto. (*)