SURABAYA, Harian Disway - Bayu Skak konsisten mengangkat kebudayaan Jawa Timur di level nasional. Setelah menghajar bioskop dengan empat film Yowis Ben, ia menginisiasi munculnya sebuah lokadrama. Alias drama lokal yang full berbahasa Jawa. Ada Suroboyoan, Malangan, Madura, Jawa Tengahan, sampai ngapak. Judulnya Lara Ati.
Lara Ati tayang setiap hari di SCTV. Dirancang sebagai limited series berdurasi 30 episode. Dan menjadi pembuka buat Lara Ati the Movie yang bakal dirilis di bioskop pada 15 September mendatang.
Drama itu mengangkat kisah tiga sahabat, Joko (Bayu Skak), Riki (Indra Pramujito), dan Fadli (Dono Pradana), menghadapi permasalahan hidup sehari-hari. Yang kadang lucu, nyenengno, njengkelno, sampai bikin loro ati. Berbeda dengan Yowis Ben (2018), yang tokoh-tokoh utamanya baru lulus SMA, di Lara Ati Joko dkk ada dalam fase berjuang di dunia kerja.
Hampir seluruh cast asli Surabaya. Atau, setidaknya, penutur bahasa Jawa asli. Dialog dan humornya Suroboyoan banget. Sehingga makin akrab di telinga penonton Jawa Timur. Sebagai penyegar, tim produksi banyak menggandeng tokoh-tokoh content creator asal Kota Pahlawan untuk menjadi cameo. Lucu pwol!
KEHADIRAN pasangan komedian senior, Ning Tini (kiri) dan Kartolo sebagai orang tua Joko memberi sentuhan budaya yang sangat kental. -Instagram Lara Ati-
Konflik Ringan dan Relatable
Lokadrama Lara Ati dibuka dengan konflik yang dihadapi Joko. Ia adalah sarjana akuntansi yang sudah beberapa tahun lulus kuliah. Passion-nya mendesain. Namun, oleh sang ibu, Bu Bandi (Ning Tini), ia didesak menjadi PNS. Saking kepinginnya anaknya masuk PNS, Bu Bandi menyuruh Joko memberikan uang pelicin lewat Lek Muji (Armuji). Pejabat yang punya banyak channel di kementrian.
Joko ogah. Namun ibunya terus menggedundel. Bahkan ayahnya, Pak Bandi (Kartolo), yang membela Joko pun ikut diomeli.
’’Nek diomongi wong tuwo gak tau manut. Kapan koen iki dadi anak sing iso dibanggakno ibuk? Sing iso dipamerno nang tonggo-tonggo? Sumpek ibuk iki ndelok awakmu nganggur terus, Jok!’’ Begitu salah satu episode omelan Bu Bandi yang sepanjang kereta api. ’’Gak isin karo adekmu ta? Ajeng lho, calon dokter. Iso dadi kebanggaane ibuk. Lha koen? Arep dadi opo?’’
Omelan itu bisa berlangsung selama bermenit-menit. Bikin Joko nggondok. Bahkan penonton pun ikut gemes. Bu Bandi pasti belum tahu penghasilan para desainer Fiverr...
RIKI (Indra Pramujito, kanan) harus berpacaran secara sembunyi-sembunyi dengan Mey (Audya Ananta) karena tidak disetujui orang tua.-Instagram Indra Pramujito-
Riki punya masalah sendiri. Ia adalah cowok Tionghoa yang hidup bersama ayahnya, Pak Willem. Ibunya belum lama meninggal. Cowok yang bekerja di bank itu punya pacar. Namanya Mey. Tipikal gadis Tionghoa kaya raya yang orang tuanya masih memandang status ekonomi. Mereka harus berpacaran secara sembunyi-sembunyi. Agar tidak dihajar oleh orang suruhan ayah Mey.
Sementara itu, Fadli bekerja sebagai teknisi listrik di sebuah hotel. Ia sebenarnya punya pesona setara Casanova. Mulai dari cewek bagian housekeeping sampai pegawai apotek yang baru ditemui, pada naksir Fadli. Namun, cowok bebal itu tidak merasa. Alih-alih pacaran, Fadli setiap hari merindukan sang bunda. Yang menjadi buruh migran di Hongkong.
Konflik yang dihadapi tokoh-tokoh Lara Ati sangat mewakili keseharian kita. Setelah episode pertama tayang, banyak penonton yang curhat kepada Bayu bahwa mereka juga dipaksa menjadi PNS oleh orang tuanya. Dibanding-bandingkan dengan anak tetangga, dirasani ibu-ibu arisan, pacaran backstreet, dan tinggal jauh dari orang tua adalah masalah yang akrab dengan kita.
Setting lokadrama Lara Ati memiliki kedekatan emosional dengan penonton. Tokoh-tokohnya adalah golongan menengah. Tidak melarat, tapi juga tidak kaya banget. Ayah Joko pensiunan PNS. Ayah Riki punya toko kelontong kecil. Rata-rata warga hidup berkecukupan.
Tokoh-tokohnya pun mudah kita temui di kehidupan sehari-hari. Di kampung, ada Bu Dharmawan yang suka pamer dan mem-bully tetangga. Di kantor, Joko berhadapan dengan Cokro. Cowok asal Jogja yang sopan tapi mbencekno. Pendengki, suka mengklaim pekerjaan orang lain, dan tumbak cucukan. Tapi, kalau kenal dia, kita akan tahu mengapa ia bersikap seperti itu di kantor.
Kartolo dan Pisuhan
Secara umum, para aktor menunjukkan performa top di lokadrama Lara Ati. Mereka bermain secara natural. Bayu Skak dan Dono Pradana boleh diberi kredit paling besar. Akting dan logat mereka paling mulus dan realistis. Di samping—tentu saja—para komedian senior. Kartolo, Ning Tini, Cak Silo, Ukil Kentroenk, hingga Tarzan, tampil luar biasa.
Segala yang mereka lakukan, mulai dari celetukan, gerutuan, sampai ejekan-ejekannya seperti tidak sedang berakting. Mereka membawakan peran seperti menjalani keseharian. Dan karena mereka adalah deretan seniman ludruk, sudah pasti ocehan mereka tidak ada yang failed. Lucu semua! Scene di warung rujak cingur Lek Har mungkin menjadi comic relief yang paling ditunggu di setiap episode.
INTERAKSI antara pemilik warung rujak cingur, Lek Har (Cak Silo, kiri) dan Cak Nano (Ukil Kentroenk) menjadi comic relief yang selalu ditunggu.-Instagram Lara Ati-
Tentu, ada beberapa aktor yang aktingnya kurang sempurna. Namun, memang tidak semua cast memiliki basic akting. Ada yang latar belakangnya YouTuber, model, bahkan penyanyi. Namun, terlihat sekali upaya mereka untuk menampilkan yang terbaik. Itu perlu diapresiasi.
Oh ya, ada satu hal lagi yang mengganjal. Saya paham, bahwa untuk membuat serial ini cocok dikonsumsi pemirsa televisi, tim penulis harus mengurangi kata-kata kasar. Tak seperti Yowis Ben yang bertabur kata ''Jancuk'', lokadrama Lara Ati sama sekali tidak mengandung makian. Ini jadi kurang realistis. Karena arek Suroboyo iku—dibesarkan di lingkungan mana pun—bakal doyan misuh. Jadi, mana ini jancuk-nya? Hehehe… (Retna Christa)