Sepak Bola Tanpa Korban?

Rabu 05-10-2022,05:30 WIB
Oleh: I.G.K. Manila

Dengan mendapatkan ruang untuk mengorganisasi diri, menyusun program, dan langkah-langkah serta menjalankan itu semua di lapangan –di luar maupun dalam stadion– para suporter dengan sendirinya di-wongke, dihargai sebagai manusia yang memiliki akal budi, hak, dan kewajiban.

Seiring dengan usaha mengorganisasi dan me-wongke para suporter itu, saya pernah memberi suporter klub kaus bernomor 12. Mereka adalah pemain paling penting dalam setiap pertandingan, pemain ke-12 yang tidak saja menentukan menang-kalah tim, tetapi juga kesuksesan keseluruhan rangkaian sejak persiapan sampai seluruh penonton pulang.

Sementara itu, sepak bola dan olahraga prestasi lainnya bukan hanya soal menang-kalah dan untung-rugi. Baik bagi pemain maupun supporter, kemanfaatan terbesar adalah masing-masing mendapat kesempatan untuk mengaktualisasikan diri sebagai manusia. 

Bagi pemain, menjadi olahragawan seyogianya adalah pilihan atau jalan hidup. Salah satu moralitasnya adalah fair play. Sementara bagi supporter, hak memilih, berpihak, dan mencintai satu klub, dan oleh karena itu ikut berjuang bagi klub tersebut, juga seyogianya sebagai jalan hidup. Karena jalan hidup, yang harus ada adalah pikiran, sikap, dan perilaku cerdas supaya mencapai cita-cita sebagai sebuah kemuliaan.

Oleh karena itu, pendidikan pemain dan suporter amat penting dilakukan. PSSI, misalnya, tidak seharusnya mementingkan pelatihan, kompetisi, dan urusan prestasi. Sistem persepakbolaan hanya akan kokoh dan tangguh jika dari hulu sampai hilir dikelola, diisi, dan didukung oleh orang-orang yang diberi ruang mencerdaskan diri. 

Pendidikan suporter bisa dilakukan, misalnya, dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang cerdas-konstruktif. Organisasi suporter yang hebat adalah yang mampu memastikan suporternya memiliki dan menjalankan kode etik, sikap, dan perilaku yang membuat iri suporter lain karena militan, tetapi berbudaya dan keren. Bukan suporter yang penuh dengan kata, kalimat atau yel-yel menghina, melecehkan, atau memancing amuk. (*)

 

*) Pencinta dan mantan pengurus sepak bola nasional, Bapak Wushu Indonesia, gubernur Akademi Bela Negara (ABN) Partai Nasdem, serta anggota merangkap sekretaris Majelis Tinggi Partai Nasdem.

 

Kategori :