Umrah dan Kelangkaan Vaksin Meningitis; Harus Segera Produksi Mandiri

Sabtu 01-10-2022,15:17 WIB
Reporter : Ari Baskoro
Editor : Heti Palestina Yunani

Kelangkaan vaksin meningitis yang diperlukan sebagai salah satu  persyaratan pemberangkatan jamaah umrah merupakan kejadian luar biasa. Belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia.  

Ibadah haji dan umrah di Tanah Suci  menjadi dambaan setiap Muslim. Tidak hanya di Indonesia, semua umat Muslim dari seluruh dunia pasti berharap suatu saat dapat menunaikannya. 

Pasca-dibukanya kembali layanan haji dan umrah, animo umat Muslim menuju Tanah Suci meningkat pesat. Penyelenggaraan ibadah Haji 1443 Hijriah pada Juli 2022 dinilai sukses. 

Secara umum, angka mortalitas dan morbiditas jamaah dapat ditekan. Walaupun hanya sebanyak 100.051 orang yang akhirnya diberangkatkan, serta diberlakukannya pembatasan usia di bawah 65 tahun, tidak ada satu pun jamaah yang dilaporkan tertular meningitis.

Bisa dikatakan, upaya pencegahan dan tindakan vaksinasi yang ditujukan untuk melawan radang selaput otak tersebut, bekerja efektif. 

Kabar memprihatinkan terkait langkanya vaksin meningitis berdampak pada risiko  tertundanya pemberangkatan jamaah umrah. Sentra pelayanan vaksin meningitis (misalnya di beberapa kantor kesehatan pelabuhan/KKP) telah menghentikan kegiatan vaksinasi meningitis.

Kelangkaan stok vaksin meningitis diprediksi terjadi hingga Oktober 2022. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan bahwa ketersediaan vaksin meningitis yang mencukupi menunggu pasokan dari negara-negara produsen vaksin meningitis.

Meningitis

Radang selaput otak dan sumsum tulang belakang ini, tidak hanya diakibatkan oleh satu jenis mikroba saja. Bakteri, virus, jamur dan parasit, bisa menjadi biang penyebabnya. Fokus kepentingan vaksinasi, ditujukan spesifik pada bakteri Neisseria meningitidis (meningococcus), sebagai kausa utama. 

Penyakit ini bisa menimbulkan dampak klinis yang berat, bahkan menyengsarakan. Bila fase akut dapat dilalui masih dapat memantik komplikasi/penyulit dalam jangka waktu yang panjang. Angka mortalitasnya sebesar sepuluh persen dan 20 persen di antara penyintasnya, mengalami kecacatan atau gejala sisa (sequelae). 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit infeksi menular tersebut hingga kini masih menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan masyarakat global. 

Secara epidemiologi, meningitis tersebar di seluruh dunia. Namun daerah sub-Sahara Afrika (African Meningitis Belt), menjadi area endemi dengan angka prevalensi tertinggi di dunia. Negara-negara tersebut antara lain, Burkina Faso, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, Ethiopia, Nigeria, Sudan dan beberapa negara lainnya. 

Arab Saudi juga termasuk dalam kategori negara endemi meningitis meningococcus. Banyaknya jamaah yang berasal dari negara-negara endemis, dapat menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Seseorang yang terpapar bakteri meningitis di Tanah Suci, bisa menularkannya pada orang lain, setibanya di negara masing-masing.

Semua usia bisa tertular mikroba ganas ini. Selain anak-anak, individu remaja dan dewasa juga bisa terpapar. Kondisi penuh sesak dan saling berdesakan, memudahkan bakteri ini menular antar manusia. 

Misalnya yang terjadi pada saat menunaikan ibadah haji atau umrah. Orang-orang dengan kondisi sistem imun yang kurang sempurna (immunocompromised), lebih berisiko beberapa kali lipat terkena dampak buruk meningitis. 

Tags :
Kategori :

Terkait