SURABAYA, HARIAN DISWAY - Lewat pameran tunggal Post Humor ’n Ecology di Gedung Khrisna Mustajab (Aksera) Surabaya pada 31 Agustus hingga 20 September 2022 lalu, isu lingkungan, baik dalam tataran global maupun lokal, dibawa Syalabi dengan bebas.
Di mata Sayalabi, biar bagaimanapun, persoalan global tentu saja akan berpengaruh pada jalinan persoalan domestik yang menjadi persoalan lingkungan di negeri sendiri.
Maka ia pun menyoroti bentuk-bentuk penyalahgunaan lingkungan sebagai akibat dari sistem politik yang tak jemu-jemu mengeksplorasi lingkungan tanpa malu, untuk segera dapat memperbaikinya kembali.
Diary A2, 28 lembar pencil, marker, bolpoint on paper 2022--
Tentunya tak hanya melibatkan personal tapi seluruh elemen lingkungan. Artinya gotong royong diperlukan dalam rangka pencapaian nilai artistik sebuah idealisme tentang lingkungan sebagai tempat tinggal.
Mengumpulkan karya baru dan lama, Post Humor ’n Ecology merupakan pengembangan pameran tunggal Syalabi Humor ’n Tumor Row di Jogja Contemporary, Yogyakarta, pada 2016.
Serta kelanjutan dari proyek pengarsipan dan dokumentasi foto. Namun proses kreatifnya sudah berjalan cukup lama.
Berawal dari kompetisi kartun antar negara sejak 1996 di Jepang dan Belgia yang diikutinya, Syalabi diundang ke Australia, Turki, Itali, Iran, Yunani, dan lain-lain.
Kesempatan itu memberinya inspirasi atau pengaruh. Menjadi bahasa humor global yang berbeda dari humor-humor yang ada di koran lokal. ”Perlu pengetahuan lokal untuk perasaan humor sebab dari kelokalan kita bisa bicara identitas, gagasan individu, hingga politik,” katanya.
Kerangka Langit (2 panel) 20x20 cm dan 20x25 cm, toys, wood on canvas 2021--
Selera humor setiap individu pasti berbeda. Namun akan dengan mudah jika setiap individu itu menangkap sisi humor dari peristiwa andai diselipi dengan ”rasa” kelokalan.
Sehingga humor menjadi semacam terapi dari sekian banyak rutinitas sehari-hari yang menyita waktu dan kesempatan untuk merenggangkan pikiran.
Pada karya Matamalam (40x40cm, toys, wood, paper ’n fabric, 2022), Syalabi menceritakan tentang pembaca perpustakaan pribadi, sebuah ruang yang tak terlalu besar tapi intim sehangat gelap malam.
Matamalam yang menceritakan tentang pembaca perpustakaan pribadi, sebuah ruang yang tak terlalu besar tapi intim sehangat gelap malam.--
Ada simbol buku-buku kecil. Rak buku yang sebagian bukunya menjadi pikiran nyata. Muncul sosok boneka mainan atau ikan paus terbang yang menjadi bahan pembicaraan ekologi dan plastik di laut. Itulah kesendirian yang bisa membuka jalan pikiran.
Bentuk diorama yang mudah dikenali laiknya buku cerita dalam bentuk pop up, membuat karya ini tampak imut dan lucu.
Karya Primata (25x15x30 cm, paper, wire, finishing acrylic, 2022) jadi simbol hewan menyusui sebagaimana manusia yang dikurung seperti monyet. Tampak mukanya ditutup masker
Primata (25x15x30 cm, paper, wire, finishing acrylic, 2022) jadi simbol hewan menyusui sebagaimana manusia yang dikurung seperti monyet. Tampak mukanya ditutup masker.--
Rupanya itulah pengalaman Syalabi ketika harus isolasi mandiri dua kali akibat Covid-19. Yang membuat hidung, mulut, dan lidahnya terasa sama. Bahkan aneh karena ia seakan-akan memasuki sebuah laboratorium kedokteran.