Bagi Syalabi, proses kreatif demikianlah luas, terus menerus, tak mengenal kesuksesan alias kontradiktif. Proses kreatif bisa berasal dari kegelapan yang memiliki banyak kemungkinan. ”Dari ketidaktahuan dan ketidaksengajaan karena gambar humor tidak melulu dikomunikasikan seperti ilustrasi poster atau desain komunikasi visual,” katanya.
Speak Talk Cooler 25x30 cm sunglass on canvas 2021--
Humor bisa berasal dari gambar tanpa makna/tema, naif/kekanakan, garis tak teratur/garis malas, warna seadanya/primer/minimalis namun setidaknya capaiannya sangat individual.
Itu ada pada semua orang yang menggambar tanpa prasangka. Seperti istilah kedokteran, aqueous humor. Yakni semacam endorphin, semacam senyawa kimia yang dihasilkan oleh tubuh.
Menurut Syalabi, gagasan yang lebih dekat dengan pengalaman yang begitu mendalam akan kejadian konyol -tapi tak melukai- bisa diperoleh dari lingkungan tanpa disengaja.
Peristiwa-peristiwa biasa yang bukan bersifat sarkasme/bully atau kritik dan protes membuat humor memosisikan sifatnya lebih pada yang paling benar daripada yang objektif.
Sedangkan gagasan ekologi dan sumber inspirasinya dalam pameran ini diperoleh dari lingkungan Aksera. Yakni kebun dan syarat berpameran berupa menanam bibit pohon, melepas burung, menebar benih ikan. ”Itulah persoalan ekologi Surabaya,” ungkapnya.
Perubahan iklim buatan kota maupun perubahan cara berkesenian termasuk hadirnya generasi baru yang menjadi satu paket tentang bagaimana cara menemukan hubungan-hubungan itu menjadi kerja nyata. Menjadi bagian dari peristiwa seni. Menciptakan ruang serta lingkungan kreatif bersama.
Jika memilih kartun sebagai bentuk kerja kreatif, kata Syalabi, itu karena memang tidak ada yang dia pilih secara khusus. Dia bisa bergaya bebas karena tak terikat kontrak pasar.
Selain itu dunia gambar lebih mudah dijangkau dengan alat biasa. Seperti ketika kita menulis diatas bahan apa pun, di mana pun berada, dan tak butuh tempat besar.
Apalagi seni adalah ekspresi. Jalan untuk mengerti seperti halnya simulasi, hidup antara posisi dan komposisi. Sebab dari itu semua tidak ada baginya yang seserius politik seni. Semua berasal dari pengalaman yang mendalam sementara yang membedakan hanya beberapa misi dari individu.
Itulah mengapa capaian-capaian baru pasti butuh eksperimen baru. Jika dipresentasikan ke publik akan menjadi contoh baru atau lain.
Karena itu pula Syalabi tidak bicara tentang karya jadi atau tuntas. Tapi lebih terlihat sebagai karya ”unfinished” sebagai pembuktian kepada audien bahwa dalam teknik dan skill tak ada rahasia khusus.
Soal lingkungan, sering kali yang kita sepakati adalah lingkungan buatan. Sebab lingkungan alam sudah memiliki cara sendiri untuk tetap lestari. Manusia bisa menyebutnya bencana atau musibah tapi itu adalah salah satu cara alam bertahan.
Seperti di Jepang yang sering dihantam gempa dan tsunami, mereka tidak bisa menyalahkan alam. Tapi agar bisa mengurangi kerugian materi atau ekonomi, mereka menciptakan lingkungan buatan seperti pemukiman dengan rumah-rumah tahan gempa.
Syalabi pun tergelitik dengan sistem di Indonesia. Menurutnya pemerintah hanya menghukum pengusaha kecil bila ada pelanggaran merusak alam.
Sementara pengusaha besar yang terkait izin usahanya dengan lingkungan dibiarkan melenggangkangkung atau paling tidak hanya diberi ”teguran.” ”Ini benar-benar lucu!,” katanya.