JAKARTA, HARIAN DISWAY - Sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di ruang utama Oemar Seno Adji Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyita perhatian publik. Selain wartawan, pengunjung sidang itu juga penuh sesak. Hakim akhirnya membatasi pengunjung yang masuk ke ruang sidang. Maksimal 50 orang.
Sidang itu, dipimpin oleh hakim Wahyu Iman Santoso. Didampingi Morgan Simanjutak dan Alimin Ribu Sujono sebagai hakim anggota. Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri, datang mengenakan kemeja batik lengan panjang.
Jaksa penuntut umum (JPU), memberikan dakwaan kumulatif terhadap mantan Kepala Divisi (Kadiv) Propam Mabes Polri itu. pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Juga didakwa melanggar pasal 49 juncto pasal 33 subsider pasal 48 ayat (1) juncto pasal 32 ayat (1) UU ITE nomor 19/2016 dan atau pasal 233 KUHP subsider pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto pasal 55 KUHP.
Ferdy Sambo tiba di PN Jaksel untuk mendengarkan dakwaan di PN Jakarta Selatan, 17 Oktober 2022. -Adek Berry-AFP-
Intinya Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana bersama-sama dengan h Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Perbuatan itu, dilakukan di rumah dinasnya yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat 8 Juli 2022.
Setelah peristiwa pembunuhan tersebut, Sambo diduga melakukan tindak pidana menghalangi proses penyidikan bersama-sama dengan Brigjen Hendra Kurniawan, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Agus Nurpatria, dan AKP Irfan Widyanto.
Selain Ferdy Sambo, sidang kemarin juga membacakan dakwaan tiga terdakwa lainnya. Yaitu, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Berkas perkara mereka semua terpisah. Hari ini, 18 Oktober 2022, barulah giliran pembacaan dakwaan untuk Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Usai pembacaan dakwaan, tim penasihat hukum Sambo langsung membacakan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU. Dalam eksepsi yang dibacakan Arman Hanis salah satu tim penasihat hukum terdakwa mengatakan, jaksa tidak menjelaskan secara rinci peristiwa pembunuhan itu.
Tidak utuh dan lengkap berdasarkan fakta yang ada. Sebab, jaksa tidak memaparkan latar belakang atau alasan terdakwa beserta rombongan pergi ke Magelang, Jawa Tengah. "JPU mengabaikan atau menghilangkan fakta pada 4 Juli 2022 dan pada 7 Juli 2022," katanya dalam persidangan.
Arman menilai bahwa jaksa tidak cermat dan tidak lengkap dalam menguraikan rangkaian peristiwa dalam surat dakwaannya. Tidak ada peristiwa yang melatarbelakangi keributan antara Brigadir Yosua dan Kuat Ma'ruf.
Tak hanya itu, ia berpendapat JPU banyak memasukkan asumsi dan kesimpulannya sendiri dalam dakwaan tersebut. "Misalnya dalam dakwaan tertulis: Lalu Saksi Putri Candrawathi dengan tenang dan acuh tak acuh (cuek) pergi meninggalkan rumah duren tiga," ujar Arman.
Dakwaan itu, kata Arman, tidak terang atau obscuur libel. Karena hanya didasarkan keterangan satu orang. Yakni Bharada Richard Eliezer. Alhasil, surat dakwaan itu, akan membuat jalannya persidangan menjadi bias dan tendensius. Serta merugikan kepentingan hukum terdakwa.
Kesimpulan itu diberikan karena ada kalimat perintah Sambo. Ketika itu, Sambo berteriak kepada Bharada Richard Eliezer untuk segera menembak. Padahal, menurutnya, kalimat tersebut hanya muncul dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Bharada Richard Eliezer saja.
"Sementara dalam BAP terdakwa dan BAP saksi Kuat Ma'ruf yang saling bersesuaian, tindakan yang diinstruksikan terdakwa adalah dengan kalimat 'hajar Cad!'," ungkapnya.