POLDA Jawa Timur beberapa waktu lalu menjadi sorotan pemberitaan nasional. Pergantian Kapolda Jatim dari Irjen Pol Nico Afinta yang dikaitkan dengan kasus kerusuhan Kanjuruhan, Malang, juga berujung kegaduhan nasional. Pengganti Nico semula, yaitu Irjen Pol Teddy Minahasa, pun membuat gaduh.
Perwira tinggi polisi yang disebut-sebut polisi terkaya versi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) itu kesandung masalah narkoba. Perwira tinggi tersebut dikaitkan dengan penghilangan barang bukti sabu-sabu seberat 5 kilogram atau senilai sekitar Rp 5 miliar.
Belum sempat ada pelantikan, surat telegram pengangkatan Teddy sebagai Kapolda Jatim dibatalkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Penggantinya, jenderal bintang empat itu menunjuk Irjen Pol Toni Harmanto.
Toni bukan orang baru di Jawa Timur. Ia pernah menjabat Wakapolda saat Kapolda dijabat Irjen Pol Luki Hermawan. Toni sudah kenal karakter Jawa Timur dan masyarakatnya.
Bedanya, dulu Toni sebagai wakil kepala lebih banyak menangani internal organisasi. Kini Toni menjadi orang nomor 1 dan bisa mengambil kebijakan. Saatnya beraksi.
Terlebih, dalam pisah sambut di Mapolda Jatim beberapa waktu lalu, Toni berjanji meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusinya. Tentu bukan tugas yang ringan lantaran sebelumnya terjadi kasus Irjen Ferdy Sambo terkait dengan pembunuhan berencana dan Irjen Teddy Minahasa terkait dengan penyalahgunaan narkoba. Lengkap sudah citra yang sudah habis-habisan turun hingga di titik nol.
Padahal, perwira tinggi kelahiran 5 Oktober 1965 itu tinggal satu tahun masa pengabdian. Tepat Oktober tahun depan, lulusan Akpol 1988 itu harus pensiun. Tentu butuh beberapa bulan sebelum benar-benar memasuki masa pensiun, Toni akan melepas jabatannya di Jawa Timur.
Tinggal satu tahun, bagaimana bisa mengembalikan citra kepolisian?
Masih sangat bisa. Justru malah akan maksimal karena tidak akan takut dengan ancaman dipecat. Karek setahun ae, mosok ape dipecat.
Toni paham benar, Jawa Timur –terutama Surabaya– menjadi kantong kedua penyalahgunaan narkoba. Risiko sebagai provinsi terbesar kedua dan kota kedua terbesar setelah Jakarta.
Sama dengan Jakarta, di Surabaya pun ada kampung-kampung yang dikenal sebagai pusat penyalahgunaan narkoba. Sebagai mantan Wakapolda, Toni pasti tahu informasi tersebut.
Kini dengan memegang tongkat komando, tentu Toni bisa memaksimalkan pengembalian citra kepolisian dengan bergerak melibatkan seluruh kekuatan untuk memberantas kampung-kampung narkoba.
Termasuk beberapa titik pusat narkoba di Madura. Bukan rahasia juga bila Madura menjadi salah satu titik masuk narkoba. Terutama narkoba dari Malaysia.
Dengan tongkat komandonya, bukan hal sulit bila Toni meminta bantuan dari Kodam V/Brawijaya untuk mengirimkan personelnya. Andai Toni meminta seluruh kekuatan kodam, tentu bukan permintaan yang sulit untuk dikabulkan.
Bukankah narkoba sudah menjadi musuh bersama kita? Bahaya laten yang mengancam sendi kehidupan kita. Laten yang sudah berhasil masuk ke semua elemen bangsa ini. Termasuk Teddy, polisi bintang dua yang moncer dalam kariernya.