Lokasi apartemen juga berpengaruh. Banyak apartemen yang berlokasi tidak di pusat kota. Tentu itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi para pembeli. Sebab, konsumen tak mau rugi. Dengan harga yang mahal harus mendapat akses yang dekat pusat kota.
Selain itu, selera orang-orang Jawa Timur masih cenderung nyaman tinggal di rumah. Sehingga mereka pun tak mau berisiko dengan mencoba membeli apartemen. ”Beda dengan Jakarta. Di sana, apartemen laris karena akses dekat ke mana-mana,” ungkapnya.
Meski demikian, kata Soesilo, penjualan properti di perumahan pun masih seret. Pemulihan perekonomian dari pandemi Covid-19 alot. Ditambah lagi dengan harga BBM yang ikut naik.
Tentu itu berpengaruh pada harga jual properti. Mengingat bisnis properti berkaitan dengan 174 badan usaha lainnya. Baik industri maupun UMKM. Tahun ini pun penjualan properti Jawa Timur masih jauh dari target, termasuk Kota Surabaya.
”Apalagi free PPN kan sudah nggak diperpanjang lagi,” katanya. Namun, ia berterima kasih kepada Pemkot Surabaya. Sebab, memberi keringanan insentif Bea Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan (BPHTB) sampai 50 persen hingga akhir Desember nanti.
Program itu lanjutan dari tahun sebelumnya. Bagi Soesilo, pemberian insentif tersebut memang sangat berguna untuk tetap menjaga gairah masyarakat. Agar daya beli mereka pun tetap terjaga.
”Ini harapannya memberi semangat. Supaya orang bisa berpikir kalau nggak beli sekarang kan sayang insentifnya,” tandasnya. Sehingga, program itu pun perlu ditiru oleh daerah lain. Terutama Sidoarjo dan Gresik yang menjadi penyangga Kota Surabaya.
Pemberian insentif ini dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama, berlangsung pada tanggal 24 Oktober hingga 6 November 2022 dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp 0 - Rp 1 miliar. Maka berhak mendapat pengurangan sebesar 30 persen untuk jual-beli. Sedangkan Non jual-beli, diberikan pengurangan sebesar 50 persen.
NPOP lebih dari Rp 1 miliar - Rp 2 miliar dengan kategori jual-beli diberikan pengurangan sebesar Rp 25 persen. Sedangkan untuk kategori non jual-beli diberikan pengurangan sebesar 40 persen. Untuk NPOP di atas Rp 2 miliar, kategori jual-beli diberikan pengurangan senilai 20 persen dan sedangkan Non jual-beli diberikan pengurangan sebesar 35 persen. (Mohamad Nur Khotib)