Dari hasil penyidikan sementara, Elina punya guru ngaji, Jamaluddin. Mengajari Elina tentang Negara Islam Indonesia (NII). Suami Elina, Bahrul Ulum, bendahara NII Jakarta Utara.
Elina, Bahrul, Jamaluddin, sudah tersangka. Polisi menyatakan, mereka tidak ditahan. Cuma diamankan. Sampai 14 hari ke depan, untuk menentukan, apakah mereka jadi ditahan atau tidak. Tapi, mereka di Polda Metro Jaya.
Kombes Aswin Siregar: ”Mereka ditempatkan yang aman lah, di bawah pengawasan penyidik.”
Karena keterangan Elina berubah-ubah. Kadang teriak-teriak gak jelas. Pengakuan Elina, dia berusaha masuk Istana Negara karena mimpi masuk surga. Kalau bisa bertemu Presiden Jokowi dan memaksanya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi NII.
Lone wolf, istilah terorisme untuk perilaku Elina dan Zakiah. Bukan hal baru. Sejarawan Amerika Serikat (AS) Richard Joseph Jenson, guru besar sejarah University of Illinois, Chicago, AS, menyatakan, istilah lone wolf ngetren pada 1878–1934 di AS.
Richard Joseph Jenson dalam bukunya, The Pre-1914 Anarchist ”Lone Wolf” Terrorist and Governmental Responses (2013), menjelaskan itu.
Pada 1878–1934 adalah era terorisme anarkis di AS. Bisa juga dianggap sebagai zaman klasik lone wolf atau terorisme tanpa pemimpin.
Waktu itu motifnya bukan agama. Kaum anarkis di sana menolak kontrol otoriter pemerintah terpusat. Anarkis. Para pelaku bergerak sendiri-sendiri. Tanpa komando. Tanpa jaringan organisasi.
Jenson yang lahir 24 Oktober 1941 di South Bend, Indiana, AS, mengatakan, ada ratusan insiden anarkis kekerasan selama periode tersebut. Sehingga istilah itu ngetren di sana waktu itu.
Setelah seratus tahun tenggelam di AS, kini muncul lagi lone wolf.
Randy Borum dalam bukunya, What Drives Lone Offenders? (2018), menyebutkan, hasil riset di AS, ada dua jenis lone wolf. Semuanya teroris.
1) Jenis ideologis. Motif tindakan didorong faktor ideologis. Bisa bentuk politik atau agama. Bisa juga gabungan keduanya. Pelaku berharap membuat publik takut dan memengaruhi opini publik. Untuk itu, mereka sangat suka jika aksinya dimuat media massa.
Pelaku, ada yang bersimpati dan menganggap diri mereka bagian dari kelompok besar. Tapi, mereka biasanya bukan peserta aktif kelompok yang dimaksud.
Hubungan antara pelaku dan kelompok teroris yang sebenarnya cenderung informal. Ideologi diajarkan secara informal. Dari seorang guru terhadap beberapa orang. Kebanyakan door-to-door. Bukan formal seperti latihan militer kelompok ISIS.
Ada pelaku pembawa bom. Melekat di tubuhnya. Lalu, mendekati objek yang disasar. Kemudian, bom diledakkan melalui remote control oleh orang lain dari jarak jauh. Itu bukan lone wolf. Melainkan, teroris terorganisasi.
Seandainya pelaku tidak tahu bahwa bom di tubuhnya bisa diledakkan melalui remote oleh orang lain di jarak jauh, itu lebih parah lagi. Bukan lone wolf, melainkan ketipu kelompok teroris.