Meilany tak mendapat banyak informasi saat datang ke rumah Amini, ibu angkat yang merawatnyi saat bayi. Suami mendiang Amini, Atemon, tak tahu kisah adopsi tersebut karena saat itu ia sedang merantau. Dua anaknya juga tak tahu apa-apa. Kami mencoba menggali informasi dari warga sekitar.
—
SETELAH perbincangan yang cukup lama di rumah keluarga Amini, akhirnya rombongan Mijn Roots memutuskan untuk pamit. Waktu kami begitu terbatas. Lebih baik keliling mencari info dari warga sekitar.
Sebelum beranjak pergi, Meilany memeluk anak perempuan Amini. Pertemuan hari itu ditutup dengan senyuman. Meilany lega bisa menginjakkan kaki di rumah ibu angkat yang sempat merawatnyi ketika bayi.
Anak laki-laki Amini juga mengucapkan terima kasih karena Meilany rela datang jauh-jauh dari Belanda untuk menemui mereka. Sayang, Amini tidak mungkin ditemui karena sudah tiada pada 2017.
Setelah beranjak dari rumah itu, kami melanjutkan perjalanan dengan bertanya-tanya ke warga sekitar mengenai sosok Amini dan keluarganya. Pasti ada sudut pandang baru yang ditemukan.
Beberapa kali kami menghampiri tetangga dekat Amini. Yang mereka tahu, Amini punya dua anak yang sudah kami temui. Mereka tidak tahu Amini pernah mengangkat anak. Atau punya anak lain.
Sampai akhirnya kami sampai ke salah satu tetangga Amini yang tahu banyak. Dulu Amini pernah berpisah dengan Atemon, lalu rujuk. Mendengar fakta itu, Meilany terkejut. Dia penasaran dengan apa yang terjadi ketika Amini dan Atemon berpisah.
Meilany berfoto bersama kaluarga ibu Amini di Pasuruan.-Lady Khairunnisa/Harian Disway-
Ibu yang kami temui itu tak tahu informasi detailnya. Ia menyarankan kami ke rumah keluarga Amini. Jaraknya tak jauh. Kalau ditempuh pakai mobil cuma sepuluh menit.
Mendengar itu, Meilany langsung girang. Ia meminta Repta untuk menanyakan di mana rumah keluarga Amini itu? Mumpung di Pasuruan, dia harus ke sana.
Wajah Meilany begitu antusias. Besar harapannya untuk menemukan rangkaian fakta baru. Sangat penting untuk menemukan potongan ”puzzle” dari kisah adopsinya 39 tahun lalu.
Setelah mendapat alamat itu, kami bergegas ke mobil. Nasiruddin di kursi kemudi memacu kendaraan keluar dari jalan desa yang sempit itu. Kami mulai menyusuri jalan raya antarkota. Menurut ibu tersebut, rumah keluarga Amini ada di pinggir jalan besar.
Rupanya agak sulit menemukan rumah itu. Mobil kembali berputar-putar untuk menemukan lokasi yang tepat. Sampai akhirnya kami sampai di sebuah rumah, persis berada di wilayah jalan raya Surabaya–Pasuruan.
Dari ciri-ciri yang diberikan ibu tadi, sepertinya kami sudah menemukan rumah yang tepat. Rumah itu bercat krem dengan pintu dari kayu jati.